DEMOKRASI.CO.ID - Sejumlah perangai yang ditunjukkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) telah membuat repot aparat penegak hukum. Berkali-kali pemanggilan yang dilakukan polisi selalu tidak dipenuhi.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F. Silaen menduga ada kekuatan politik dengan finansial yang besar di balik sejumlah tindakan yang ditunjukkan Habib Rizieq tersebut.
Silaen mengingatkan bahwa pola gerakan Habib Rizieq tidak bisa didiamkan oleh pemerintah. HRS, katanya, telah terus-menerus menyerang dan menyudutkan pemerintah. Seolah di dalam pikiran HRS, apa yang dilakukan pemerintah tidak ada baiknya.
Di satu sisi, serangan yang berulang tersebut melekat erat di benak pendukung HRS. Tekniknya, masih kata Silaen, mirip dengan teori “big lie” atau kebohongan besar.
“Cara kerjanya itu cukup simple, hanya menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak mungkin dan sesering mungkin, hingga kemudian kebohongan tersebut dianggap sebagai suatu kebenaran. Sederhana namun mematikan," beber aktivis organisasi kepemudaan kepada redaksi, Jumat (11/12).
Pembiaran yang dilakukan sejak kepergian Habib Rizieq ke Arab Saudi kini membuat penegak hukum kerepotan menghadapi tingkah laku HRS.
Setidaknya, kata Silaen, hal tersebut terlihat ketika polisi diadang laskar FPI saat mengantar surat panggilan ke rumah HRS.
“Ini pembangkangan yang sudah terencana,” terangnya.
Lebih lanjut, Silaen menduga "keberanian" yang dilakukan HRS tersebut tidak lepas dari adanya intervensi kekuatan politik.
Kekuatan intervensi itu tak terelakkan, karena diduga datang bukan dari orang sembarangan.
Atas alasan tersebut, Silaen mendesak polisi untuk berani mengungkap siapa orang kuat tersebut.
“Harus diungkap siapa orang 'kuat' yang selama ini membackup kengeyelan HRS. Termasuk yang membantu pelarian dan pembiayaan hidupnya di pengungsian,” tegasnya. []