SEBAGAIMANA mudahnya mencopot Kapolda Metro Irjen Pol. Nana Sudjana, maka mudah pula untuk mencopot Irjen Pol Fadil Imran.
Terlalu riskan bagi citra Polri dengan mempertahankan Fadil Imran. Sikap arogansi dan kurang mampu berdiplomasi tidak cocok untuk memimpin Polri yang berstatus ''pengayom masyarakat". Menangani kasus HRS saja belepotan.
Penembakan yang menyebabkan tewasnya 6 anggota FPI akan menjadi masalah besar yang merugikan nama baik instansi kepolisian.
Kepolisian akan menjadi bulan-bulanan publik. Apalagi jika tidak terbuka dan kooperatif dalam pelaksanaan tugas Komnas HAM atau Komisi Pencari Fakta Independen jika kelak lembaga ini dibentuk.
Begitu juga dengan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman yang "offside'' keluar dari garis kewenangan dan kewibawaan sebagai Panglima Daerah.
Menurunkan baliho yang menjadi tugas Satpol PP dan ikut konperensi pers Kapolda soal pembunuhan 6 anggota FPI oleh aparat kepolisian sangat merontokkan wibawa TNI. Mendukung kerja aparat kepolisian bukan dengan cara TNI harus "pasang badan".
Mengingat kedua pejabat di lingkungan kepolisian dan TNI ini berada dalam situasi kontroversi, maka memaksakan keduanya berada di barisan depan berhadapan dengan opini dan aspirasi rakyat sangat berisiko bagi institusi.
Langkah bijak adalah dengan menempatkan pejabat baru yang lebih komunikatif dan humanis untuk membangun harmoni sehingga simpati publik dapat diraih kembali.
Ditariknya kasus penembakan 6 anggota FPI ke Mabes Polri pertanda pengakuan akan kelemahan Kapolda Metro dalam menangani. Tidak bisa tidak, polisi penembak keenam anggota FPI haruslah diperiksa. Segera umumkan siapa saja pelaku penyiksaan dan penembakan tersebut. Demi kebaikan instansi kepolisian.
Perbuatannya membunuh dalam kasus penguntitan seperti ini tidak dapat dibenarkan. Ini termasuk pelanggaran HAM berat.
Kebersamaan Kapolda dan Pangdam semestinya proporsional sejalan dengan ketentuan perundang-undangan yang memisahkan keduanya. Hal ini berbeda dengan masa Orde Baru dahulu dimana TNI dan Polri masih dalam satu kesatuan.
Karenanya wajar jika ternyata publik mempermasalahkan hadirnya Pangdam dalam konferensi pers kasus yang sedang ditangani oleh pihak kepolisian.
Pemulihan citra harus dimulai dari pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya. Pemimpin yang sudah kehilangan "wisdom" sepatutnya diganti. Pejabat baru yang tidak terlibat akan lebih leluasa dalam menangani dan mencari solusi.
Polri dan TNI adalah milik seluruh rakyat dan bangsa, bukan menjadi alat kepentingan pemegang kekuasaan kontemporer.
M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik dan kebangsaan.