DEMOKRASI.CO.ID - Walikota Surabaya Tri Rismaharini diduga melakukan sejumlah pelanggaran pemilihan walikota Surbaya.
Risma diduga membuat sebuah surat berisikan permohonan dukungan kepada Eri-Armudji.
Selain itu Risma juga diduga menyalahgunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan melibatkan aparatur sipil negara (ASN) untuk kepentingan kampanye paslon tertentu.
Anggota Komisi II DPR RI FPKS Muhammad Nasir Djamil mengatakan, apa yang dilakukan Risma merupakan pelanggaran.
Sebabnya, sebagai walikota Risma nampak berpihak pada salah satu paslon yakni Eri Cahyadi-Armuji.
Dalam pandangan Nasir Djamil, sebagai Walikota Surabaya seharusnya Risma bersikap netral.
“Itu berarti pelanggaran, karena berpihak kepada salah satu paslon secara terang-terangan dan itu bisa kena delik pidana Pemilu. Bukan hanya Pemilu saja tapi juga delik pidana lainnya,” kata Nasir kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (2/12).
Legislator asal Aceh ini menambahkan, apa yang dilakukan Risma menjadi perbincangan di jajaran komisi II DPR RI.
Bahkan para Wakil Rakyat di Senayan yang menangani tentang Pilkada juga mempertanyakan apakah surat yang diberikan Risma kepada masyarakat memang benar berasal dari Walikota dua periode itu.
“Apa benar, apa berani ibu Risma begitu? Apa dia tidak takut, apa dia tidak tahu? Kira-kira begitu. Lalu, saya menimpalin, jangan-jangan ini kontra intelijen,” katanya.
“Apa Bu Risma senekat itu? Sebodoh itu Bu Risma apakah dia dia tidak takut? Karena apapun ceritanya apakah dia yakin itu tidak bocor?” timpalnya.
Nasir mendesak Bawaslu untuk segera memanggil Tri Rismaharini. Tujuannya, untuk menyelesaikan masalah pelanggaran pilkada yang diduga dilakukan Risma secara sengaja.
“Apa benar itu tandatangan Bu Risma? Kan bisa dicek di laboratorium forensik? Apa dipalsukan. Ini penting karena belum pernah terjadi yang begini di Surabaya,” tandasnya.[]