DEMOKRASI.CO.ID - Perusahaan pengembang megaproyek superblok Meikarta, PT Mahkota Sentosa utama (MSU) masih menjalani proses persidangan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) setelah dinyatakan pailit. Pada 7 Desember lalu, sidang pencocokan angka piutang seluruh kreditor pun digelar.
Pencocokan dilakukan pada tagihan yang masuk dari kreditur PT MSU yang totalnya mencapai Rp10,5 triliun. Para kreditur MSU diketahui terdiri atas perorangan maupun vendor atau perusahaan yang batas akhir pembayaran tagihannya hingga 26 November 2020.
Saat rapat pencocokan piutang, Pengurus PKPU PT MSU, Muhamad Arifudin, di Jakarta, 8 Desember 2020, menyampaikan ditemukan fakta bahwa total tagihan yang masuk dalam piutang sementara adalah sebesar Rp7,015 triliun berasal yang dari dari 15,722 kreditur.
"Total kreditur yang diakui sementara oleh pengurus adalah sebanyak 15.722 kreditur dengan total Rp7,015 triliun. Terdiri dari konsumen pembeli dan vendor-vendor atau perusahaan. Mayoritas memang berasal dari konsumen,” ujar Arifudin dikutip dari keterangannya, Rabu 10 Desember 2020.
Sedangkan lanjut dia, terkait total tagihan sebesar kurang lebih Rp3,5 triliun yang berasal dari 4 perusahaan masuk dalam pencocokan itu dibantah oleh pengurus.
Sebab, sejatinya total tagihan bisa mencapai hampir Rp11 triliun jika ikut memperhitungkan tagihan yang dibantah dan tagihan dari kreditur yang terlambat dilaporkan. Atau, didaftarkan melewati batas waktu pelaporan pada Kamis 26 November 2020.
Adapun, tagihan yang masuk di luar periode batas waktu pelaporan menurut Arifudin, tercatat lebih dari Rp40 miliar, yang berasal dari 112 kreditor.
“Bagi tagihan yang terlambat, tagihan tersebut baru bisa ditentukan apakah masuk dalam daftar piutang atau tidak pada saat agenda rapat pembahasan rencana perdamaian antara kreditur dengan debitur pada 14 Desember 2020,” ujar Arifudin.
Seperti diketahui, berdasarkan pengumuman dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), telah diumumkan kepada para pemegang medium term notes (MTN) yang diterbitkan PT MSU. Bahwa, pembayaran bunga yang seharusnya dilaksanakan pada Senin, 7 Desember 2020, ditunda.
Kelima seri surat utang itu memiliki nilai pokok masing-masing seri US$62 juta, US$56 juta, US$54 juta, US$42,38 juta, dan US$4,68 juta. Dengan begitu, total nilai utang mencapai US$219,06 juta, atau sekitar Rp3,07 triliun dengan asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS.
Sedangkan, kupon tiap seri surat utang tersebut diketahui sebesar 10 persen. Artinya, total bunga yang juga ditunda pembayarannya oleh pengembang PT MSU tercatat senilai US$21,9 juta atau sekitar Rp306,6 miliar.
Arifudin menegaskan pihaknya akan lebih fokus pada pengurusan piutang tersebut. Mengenai pengumuman KSEI tersebut di luar kewenangannya sebagai pengurus PKPU PT MSU.
"Itu bukan kewenangan kita sebagai pengurus, yang jelas pada sidang dengan agenda rapat pencocokan piutang, kita mengetahui jumlah total utang sementara PT MSU sebesar Rp7,015 triliun dari total 15,722 kreditur,” kata Arifudin.
Sebagai informasi, berdasarkan putusan sela dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, MSU ditetapkan dalam keadaan PKPU pada sidang perkara yang berlangsung 9 November lalu. Perkara ini diajukan oleh kreditornya PT Graha Megah Tritunggal ke Pengadilan Niaga di PN Jakarta Pusat pada Selasa, 6 Oktober 2020.
Diketahui, agenda sidang PKPU PT MSU berikutnya adalah sidang pembahasan rencana perdamaian pada 14 Desember 2020. Kemudian diikuti voting pada tanggal 15 Desember 2020, dan sesuai putusan PKPU, pada tanggal 18 Desember 2020 akan digelar rapat permusyawaratan majelis hakim. []