DEMOKRASI.CO.ID - Pembubaran ormas Front Pembela Islam (FPI) yang diumumkan pemerintah hari ini membuat Jurubicara Partai Gerindra, Habiburokhman kaget dan tidak bisa berkomentar banyak.
Melalui Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, pemerintah mengumumkan pembubaran FPI yang sejatinya telah bubar secara de jure sejak 20 Juni 2019 lalu.
“Karena informasi yang kami dapat masih sangat minim dan hanya merupakan informasi sekunder dari media massa,” kata Habiburrokhman menanggapi pembubaran FPI hari ini, Rabu (30/12).
Anggota Komisi III DPR RI ini malah mempertanyakan Menko Polhukam Mahfud MD terkait pembubaran FPI tersebut apakah sudah sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku atau belum.
“Apakah pembubaran FPI ini sudah dilakukan sesuai mekanisme UU Ormas, khususnya Pasal 61 yang harus melalui proses peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan pencabutan status badan hukum?” ucapnya.
Gerindra juga mempertanyakan kepada pemerintah mengenai banyaknya tudingan negatif kepada FPI. Seperti halnya tudingan dugaan keterlibatan FPI dalam tindak pidana teroris.
“Apakah sudah dipastikan bahwa tindakan tersebut (terorisme) dilakukan dengan mengatasnamakan FPI. Sebab jika hanya oknum yang melakukannya, tidak bisa serta merta dijadikan legitimasi pembubaran FPI,” tegasnya.
Dia mengomparasi antara banyaknya kasus kader partai politik yang ditangkap karena tindak pidana korupsi dengan kasus yang dipikul FPI. Dalam kasus korupsi kader parpol, persoalan tidak bisa diselesaikan dengan membubarkan parpol yang menaungi kader tersebut.
Namun, Gerindra menyepakati bahwa langkah pemerintah tersebut dalam rangka untuk menangkal tindakan radikalisme lantaran diatur dalam undang-undang.
“Agar jangan ada organisasi yang dijadikan wadah bangkitnya radikalisme dan intoleransi, namun setiap keputusan hukum haruslah dilakukan dengan memenuhi ketentuan hukum yang berlaku,” tutupnya. (*)