DEMOKRASI.CO.ID - Menko Polhukam Mahfud Md menyebut polemik sengketa tanah antara PTPN dengan Markaz Syariah harus diselesaikan permasalahan hukumnya terlebih dahulu. Mahfud menyebut jika nantinya status tanahnya jelas milik negara, Markaz Syariah bisa diusulkan menjadi pondok pesantren bersama.
"Saya mengatakan bahwa masalah hukumnya harus selesaikan dulu, apakah tanah milik negara atau bukan. Selesaikan dulu hukum kepemilikannya dengan Kemen Agraria-TR dan BUMN," kata Mahfud melalui akun Twitter-nya, @mohmahfudmd seperti dilihat detikcom, Selasa (29/12/2020). Mahfud menanggapi cuitan netizen soal Markaz Syariah.
Mahfud menegaskan harus ada kejelasan terkait tanah tersebut sebagai milik negara. Ketika sudah jelas milik negara, maka tanah tersebut bisa kembali diusulkan untuk jadi pondok pesantren (ponpes).
"Jika sudah jelas negara sebagai pemilik maka kita bisa usul untuk dijadikan ponpes (pondok pesantren) bersama," ujar Mahfud.
Sebelumnya Kementerian ATR/BPN juga sempat berkomentar terkait polemik antara PTPN dengan Markaz Syariah terkait tanah di Megamendung, Bogor. Kementerian ATR/BPN menyebut perjanjian oper garap antara petani dengan Markaz Syariah tidak sah.
"Ya, tidak sah, karena itu adalah milik PTPN. Kalau oper garap itu kerja sama seperti itu harus diminta kepada PTPN," kata Juru Bicara BPN Taufiqulhadi saat dimintai konfirmasi, Senin (28/12/2020).
Taufiq mempertanyakan mengapa lahan milik PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) bisa dipakai Markaz Syariah dengan skema oper garap. BPN menerangkan, bila ingin oper garap, semestinya pihak Markaz Syariah membuat perjanjian dengan PTPN VIII yang berada di bawah naungan BUMN.
"Kalau mau oper garap, maka bikin perjanjian dengan PTPN VIII. Bukan dengan petani, kepala desa atau bupati. Tanah itu adalah tanah PTPN (BUMN). Berikut, jika oper garap seharusnya tidak ada bangunan permanen di tanah garapan tersebut," ujar Taufiq.
Seperti diketahui, polemik lahan Ponpes Markaz Syariah saat ini sedang bergulir. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII memastikan Markaz Syariah berdiri di atas lahan mereka. Sementara dari pihak Markaz Syariah mengklaim telah membeli tanah itu dari petani.
Pihak Markaz Syariah sendiri ingin berdialog dengan PTPN VIII membahas masalah lahan tersebut. Namun, dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang menyatakan bahwa dialog bisa saja dilakukan, tapi tidak akan bisa dalam posisi yang setara.(dtk)