DEMOKRASI.CO.ID - Menko Polhukam Mahfud Md menilai kinerja KPK era Firli Bahuri lebih berprestasi dibanding era Agus Rahardjo dkk. Namun Indonesia Corruption Watch (ICW) menyindir penilaian Mahfud yang disebut hanya sebatas asumsi.
Mahfud berbicara KPK saat ini dianggap lemah dan pemerintah dituding menjadi biang keladi dari pelemahan. Lalu Mahfud menyebut di tahun pertama KPK era Firli lebih berprestasi daripada KPK sebelumnya.
"KPK dianggap lemah, lalu pemerintah lagi yang dituding gitu. Padahal kita sudah mengatakan KPK itu independen. Meskipun sebenarnya saudara, kalau mau kita objektif, tahun pertama KPK yang sekarang dibandingkan dengan tahun pertama KPK yang sebelumnya itu objektifnya jauh lebih banyak sekarang prestasinya," kata Mahfud dalam diskusi Dewan Pakar KAHMI bertajuk 'Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya', yang digelar secara virtual, Senin (28/1/2020).
Mahfud menyebut tahun pertama KPK era Agus Rahardjo tak bisa berbuat apa-apa. Berbeda dengan KPK saat ini yang disebut Mahfud lebih berprestasi karena menangkap dua menteri yakni Edhy Prabowo dan Juliari P Batubara.
"Kita ingat Agus Rahardjo menjadi ketua KPK pertama bersama Saut dan sebagainya itu tahun pertama nggak bisa berbuat apa-apa," katanya.
"Ini sekarang setahun sudah bisa berani menangkap menteri. DPR, DPD, DPRD, bupati, wali kota juga ditangkepin juga. Sudah lebih banyak saat ini sebenarnya," sambungnya.
Pernyataan Mahfud itu dikritik peneliti ICW Kurnia Ramadhana. Dia menyindir dengan meminta Mahfud agar membaca data faktual.
"Selaku Menko Polhukam, tentu akan lebih baik jika Pak Mahfud Md berbicara menggunakan data, jadi tidak sebatas asumsi semata. Sebab, masyarakat akan semakin skeptis melihat pemerintah, jika pejabat publiknya saja berbicara tanpa ada dasar yang jelas," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, kepada wartawan, Senin (28/12).
Kurnia meminta Mahfud tak melulu membela pemerintah saja. Sebab, kata dia, pemerintah menjadi inisiator revisi UU KPK dan terpilihnya lima Komisioner KPK, sehingga menghasilkan pandangan-pandangan subjektif semacam itu.
Kurnia memaparkan data dari catatan ICW dan TII dalam evaluasi satu tahun KPK. Dia menilai justru ada kemunduran kinerja lembaga antirasuah dalam era Firli Bahuri.
"Jumlah kegiatan penindakan menurun. Pada tahun 2019 jumlah penyidikan sebanyak 145, sedangkan tahun ini hanya 91. Selain itu, untuk penuntutan, tahun 2019 berjumlah 153, sedangkan tahun ini hanya 75. Kemudian dalam konteks jumlah tangkap tangan, tahun 2020 KPK hanya melakukan 7 tangkap tangan," katanya.
"Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, 2019 (21 kali), 2018 (30 kali), 2017 (19 kali), dan 2016 (17 kali)," sambungnya.
Kurnia menyebut pada era Firli Bahuri, kepercayaan publik terhadap KPK menurun. Hal itu dibuktikan dari temuan lima lembaga survei pada sepanjang tahun 2020, mulai dari Alvara Research Center, Indo Barometer, Charta Politica, LSI, dan Litbang Kompas.
"Kami menduga menurunnya kepercayaan publik kepada KPK tidak lain karena peran pemerintah, yakni tatkala mengundangkan UU KPK baru dan memilih sebagian besar Komisioner bermasalah," katanya.
Lebih jauh, Kurnia juga menyinggung kegagalan KPK meringkus buronan. Menurutnya, hingga kini salah satu buronan kasus korupsi, mantan calon legislatif asal PDIP, Harun Masiku, tidak mampu diringkus oleh KPK.
"Padahal melihat rekam jejak KPK selama ini, harusnya tidak sulit untuk menangkap yang bersangkutan," ucapnya.
Selain itu, Kurnia mengatakan komisioner yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo faktanya tidak menunjukkan nilai integritas dan tidak bisa menjaga etika sebagai pejabat publik. Hal ini merujuk pada putusan Dewan Pengawas yang menjatuhkan sanksi etik kepada Firli Bahuri, karena terbukti menggunakan moda transportasi mewah berupa helikopter.
"Maka dari itu, ICW mengusulkan agar Pak Mahfud Md membaca data terlebih dahulu agar pendapat yang disampaikan lebih objektif dan faktual," katanya.(dtk)