DEMOKRASI.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat informasi bahwa bantuan sosial yang diterima masyarakat hanya senilai Rp 200.000 dari yang seharusnya Rp 300.000.
"Kalau informasi di luar sih, wah itu dari Rp 300 ribu, paling yang sampai ke tangan masyarakat 200 (ribu), katanya, kan gitu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Penunjang KPK, Senin (14/12/2020), dikutip dari Tribunnews.com.
Alex menuturkan, penyidik akan menggali informasi terkait perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pengadaan dan penyaluran bantuan sosial Covid-19.
Selain itu, KPK juga akan mendalami kelayakan perusahaan-perusahaan yang ditunjuk tersebut, apakah selama ini bergerak di bidang penyaluran dan pengadaan sembako atau tidak.
"Siapa mendapat pekerjaan itu, dari mana, atau bagaimana dia mendapatkan pekerjaan itu dan apakah dia melaksanakan penyaluran sembako itu atau hanya, itu tadi, modal bendera doang, di sub-kan, itu semua harus didalami," ujar Alex.
Alex mengatakan, informasi-informasi itu perlu ditelusuri untuk menindaklanjuti laporan masyarakat soal nilai bantuan sosial yang tidak sesuai dengan yang seharusnya.
"Kita ingin lihat sebetulnya berapa sih dari anggaran itu yang sampai ke masyarakat," kata Alex.
Diberitakan, KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Batubara dan empat orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait bantuan sosial Covid-19.
Juliari diduga menerima suap sebesar Rp 17 miliar yang diperoleh dari perusahaan rekanan yang menggarap proyek pengadaan dan penyaluran bansos Covid-19.
KPK menyebut, Kementerian Sosial telah mengadakan bansos Covid-19 senilai total sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak.
Selain Juliari, empat tersangka lain dalam kasus ini adalah Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono selaku pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta. (*)