DEMOKRASI.CO.ID - Tim Kuasa Hukum Front Pembela Islam (FPI) mengkaji pilihan langkah hukum yang bakal ditempuh untuk merespons keputusan pemerintah yang resmi membubarkan organisasi tersebut.
Anggota Tim Kuasa Hukum FPI, Sugito Atmo Prawiro mengatakan salah satu upaya hukum yang mungkin ditempuh adalah menggugat keputusan pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kalau mengenai masalah itu kami nanti akan mengambil langkah-langkah hukum terhadap putusan tersebut. Jadi kalau keputusan negara, kami akan mem-PTUN kan keputusan tersebut," kata Sugito kepada CNNIndonesia.com, Rabu (30/12).
Menko Polhukam Mahfud Md bersama sejumlah petinggi lembaga dan kementerian sebelumnya mengumumkan bahwa FPI resmi dibubarkan dan dianggap sebagai organisasi terlarang, Rabu (30/12). Karena itu pelbagai aktivitas ataupun simbol yang mengatasnamakan organisasi ini pun bakal ditindak.
Menanggapi keputusan itu, Sugito berpendapat langkah pemerintah membubarkan FPI merupakan proses politik dan bukan persoalan hukum. Karena itu ia bersama timnya bakal mempelajari terlebih dulu keputusan pemerintah sebelum melayangkan gugatan.
"Ini kan bukan proses hukum. Ini kan proses politik. Kami akan ajukan gugatan PTUN misalnya, nanti [kalau] kami dapat putusannya," tutur Sugito.
Lebih lanjut Sugito mengungkapkan, sebetulnya bisa saja pihaknya menggunakan nama selain FPI sebagai identitas organisasi, bila memang kini pemerintah melarang FPI. Sebab pergantian nama identitas organisasi menurut dia merupakan hal yang wajar dalam sebuah perkumpulan.
"Jadi kalaupun dilarang, kami bisa menggunakan nama lain sebagai sebuah perkumpulan. Ga ada masalah ga ada masalah," ucap dia.
Menko Polhukam Mahfud Md menyatakan pemerintah sudah menganggap FPI bubar sejak 2019 lalu. Saat itu kata dia, FPI sudah dianggap bubar sebagai Ormas.
Namun begitu sebagai organisasi, lanjut Mahfud, organisasi yang dipimpin Rizieq Shihab itu tetap berkegiatan bahkan melanggar ketertiban dan keamanan hingga melanggar hukum.
Pada Rabu (30/12) hari ini pemerintah mengumumkan pelarangan organisasi tersebut berdasar Surat Keputusan Bersama Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT Nomor 220/4780 tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Kb/3/12/2020 tentang larangan kegiatan penggunaan simbol dan atribut serta penghentian FPI.
Setidaknya ada enam alasan yang mendasari pelarangan tersebut di antaranya untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus bernegara, isi anggaran dasar FPI dianggap bertentangan dengan UU Ormas, FPI disebut belum memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar sebagai Ormas dan, sejumlah pengurus serta anggota FPI terlibat terorisme juga tindak pidana lain. (*)