DEMOKRASI.CO.ID - Desakan agar segera dilakukan kocok ulang kabinet alias reshuffle terus berembus kencang pada Presiden Joko Widodo.
Sebagian besar desangan itu didasarkan pada pasca tertangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari P. Batubara dalam dugaan kasus korupsi.
Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (Sudra) Fadhli Harahab menilai, reshuffle kabinet memang sudah mendesak untuk segera dilakukan. Terlebih, setelah dua anak buahnya itu terpuruk dalam pusaran kejahatan rasuah.
"Kalau bicara urgensinya tentu reshuffle sudah sangat mendesak jika Pak Jokowi ingin bermanuver lebih kencang di sisa masa jabatannya," ujar Fadhli, Selasa (15/12).
Menurut analis sosial politik asal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, ada beberapa skema yang kemungkinan bisa dilakukan Jokowi dalam mereshuffle kabinetnya.
"Tida skema itu ya, kalau menterinya dinilai bagus ya dipertahankan, kalau tidak bagus dicopot, kalau tidak cocok kemungkinan masih bisa dirotasi. Tetapi yang dua menteri terjerat korupsi harus diganti," terangnya.
Fadhli mengatakan ada sejumlah menteri Jokowi yang akan tetap berada dalam kabinet karena dinilai memiliki kinerja yang cukup baik.
Termasuk juga nama baru yang berpeluang masuk kabinet. Dia sebutkan dua nama, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Sandiaga Uno dan Walikota Surabaya yang juga Ketua DPP PDIP, Tri Rismaharini.
"Sejumlah nama yang beredar memiliki peluang. Hanya saja kecil atau besar. Bu Risma dan Mas Sandi aku kira peluangnya cukup terbuka, beliau berdua dipastikan masuk kabinet," jelasnya.
"Sementara menteri yang dipertahankan diantaranya bisa jadi Pak Tito dan Pak Mahfud karena keduanya sukses menggelar Pilkada serentak," imbuhnya.
Soal menteri yang terancam dicopot, menurutnya, hal itu bisa terendus dari beberapa teguran keras Jokowi saat melakukan rapat kerja dengan para anak buahnya beberapa waktu lalu.
"Beberapa kali teguran keras Pak Jokowi dalam rapat kabinet bisa jadi sinyal bagi menteri yang berkinerja buruk khususnya dalam hal menangani Covid-19 dan dampaknya," pungkasnya. (*)