DEMOKRASI.CO.ID - Menko Polhukam Mahfud Md menceritakan rencana pemerintah yang hendak mengajak Habib Rizieq rekonsiliasi setelah ketibaannya di Tanah Air. Sayangnya, pemerintah membatalkan rekonsiliasi tersebut akibat tingginya syarat yang diajukan Habib Rizieq.
Awalnya, Mahfud mengungkap rencana pemerintah yang hendak bertemu dengan pimpinan ormas Front Pembela Islam (FPI) itu. Hal ini semata-mata dilakukan untuk menjaga suasana di Indonesia tetap aman dan kondusif.
"Penjelasan: sebenarnya, malam sebelum MRS (Muhammad Rizieq Shihab) mendarat tanggal 9/11/2020 jam 19.00 WIB, saya mengundang tim hukum MRS (Sugito dan Ari)," ungkap Mahfud dalam akun Twitter resminya @mohmahfudmd, seperti dilihat Sabtu (12/12/2020).
"Saya ngajak diatur silaturrahim di tempat netral, untuk berdialog dengan MRS, untuk menjaga negara, dan umat bersama-sama demi kebaikan rakyat dan umat," sambungnya.
Namun, lanjut Mahfud Md, ajakan itu diurungkan setelah mendengar pidato Habib Rizieq yang memberi syarat rekonsiliasi. Dengan adanya pidato itu, Mahfud menegaskan pemerintah tidak memiliki rencana rekonsiliasi dengan Habib Rizieq.
"Tapi apa jawabnya? Hari pertama dia berpidato lantang, 'mau rekonsiliasi dengan syarat pemerintah membebaskan terpidana teroris, melepas tersangka tindak pidana dengan nama-nama tertentu'. Loh, belum silaturrahim sudah minta syarat tinggi. Maka saya tegaskan, pemerintah tak berencana rekonsiliasi dengan MRS," tutupnya.
Habib Rizieq Bicara soal Rekonsiliasi Setibanya di Indonesia
Habib Rizieq Shihab tiba di Indonesia pada Selasa (10/12/2020) pagi. Setiba di Tanah Air, Habib Rizieq sempat angkat bicara mengenai rekonsiliasi. Secara gamblang, Habib Rizieq mengatakan pihaknya akan melakukan rekonsiliasi kalau pemerintah menyetop kriminalisasi ulama.
"Ada teriak-teriak rekonsiliasi, mana mungkin rekonsiliasi bisa digelar kalau pintu dialog tidak dibuka. Buka dulu pintu dialognya, baru rekonsiliasi. Tak ada rekonsiliasi tanpa dialog, dialog penting," kata Rizieq seperti disiarkan kanal YouTube Front TV, Rabu (11/11).
Rizieq mengatakan seharusnya pemerintah senang dikritik. Kritik dari pihak luar, disebut Rizieq, bisa diterima atau ditolak oleh pemerintah.
"Para pengkritik itu punya solusi yang ditawarkan. Pelajari, kalau solusi baik, terima. Kalau tidak baik, Saudara, sampaikan di mana tidak baiknya. Selesai, tidak perlu ada kegaduhan di tingkat nasional," ucapnya.
Dia mengaku telah menawarkan dialog kepada pemerintah sejak 2017. Namun tak kunjung ditanggapi.
"Setelah aksi 212, aksi 212 di tahun 2016, kemudian di Januari (2017), kita buat aksi lagi 121, 12 Januari. Kita sudah tawarkan, kalau pemerintah mau duduk dengan para habaib, para ulama, kami siap 24 jam, kapan, di mana, silakan. Tapi apa jawaban yang diterima? Jawaban yang kami terima, bukan pintu dialog dibuka, bukan rekonsiliasi yang didapatkan, tapi yang kita dapatkan, kriminalisasi ulama," kata Rizieq.
Rizieq mengatakan bersedia berdialog asalkan pemerintah menghentikan kriminalisasi ulama. Setelah itu, menurut Habib Rizieq, dia akan memulai proses rekonsiliasi.
"Kita siap berdialog, kapan saja, tapi setop dulu kriminalisasi ulama, setop dulu kriminalisasi aktivis, tunjukkan niat baik. Kalau mau dialog rekonsiliasi, ahlan wa sahlan," ucap Rizieq.
Rizieq kemudian menyebut beberapa ulama dan aktivis yang masih ditahan dan ditangkap karena beberapa kasus. Dia menyebut Abu Bakar Ba'asyir sampai aktivis KAMI Jumhur Hidayat.
"Bebaskan dulu para tokoh kita, masih banyak ulama kita yang saat ini menderita di penjara. Bebaskan Ustaz Abu Bakar Ba'asyir, Habib Bahar bin Smith, bebaskan dulu Doktor Syahganda Nainggolan, bebaskan Bapak Anton Permana, bebaskan Jumhur Hidayat, bebaskan dulu. Bebaskan buruh, bebaskan mahasiswa, bebaskan para pendemo, bebaskan pelajar yang saat ini memenuhi ruang-ruang tahanan," ucapnya. []