DEMOKRASI.CO.ID - Baru dilantik sebagai Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas atau yang bisa disapa Gus Yaqut, dianggap telah melontarkan pernyataan yang membuat gaduh di tengah masyarakat.
Pernyataan Menag yang dianggap kontroversial itu adalah soal akan melindungi aliran Ahmadiyah dan Syiah.
Menurut analisis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, jika pernyataan Gus Yaqut adalah untuk melindungi hak sebagai warga negara, itu sudah menjadi kewajiban negara.
"Pernyataan bahwa Menag Yaqut akan melindungi minoritas Syiah dan Ahmadiyah. Jika maksud melindungi dimaknai sebagai perlindungan atas hak-hak sebagai warga negara, itu sudah menjadi kewajiban negara untuk melindungi siapapun warga negara Indonesia," ujar Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (25/12).
Namun, jika yang dimaksud adalah membatalkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang aliran sesat, maka pernyataan Gus Yaqut adalah keliru.
"Menaq Yaqut seperti menabuh genderang dengan Majelis Ulama Indonesia. Menag Yaqut tampak tidak bisa membedakan, melihat posisi individu sebagai warga negara dengan segala haknya, dan posisi otoritas ulama dalam memutuskan perkara Islam dan aliran yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pokok Islam," jelas Ubedilah.
Pernyataan Gus Yaqut itu, kata Ubedilah, berpotensi menimbulkan kegaduhan baru di tengah masyarakat.
"Terlalu cepat tampak konfrontasinya. Ini akan menimbulkan persoalan baru dalam hubungan umat Islam dengan pemerintah. Semestinya hari-hari seperti ini Menag Yaqut menampilkan keteduhan kepemimpinan untuk merangkul semua golongan, baik yang mayoritas maupun yang minoritas. Bukan menabuh genderang konfrontasi," pungkas Ubedilah. []