DEMOKRASI.CO.ID - Kementerian Agama (Kemenag) akan menyiapkan naskah khotbah Jumat. Rencana itu melahirkan kekhawatiran anggota Komisi VIII DPR.
Pembuatan naskah khotbah akan melibatkan ulama hingga akademisi dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin menjelaskan penyusunan khotbah Jumat ini sejalan dengan kebijakan Kemenag, yakni menyediakan literasi digital yang mendukung peningkatan kompetensi penceramah agama.
Pembuatan naskah khotbah akan melibatkan ulama hingga akademisi dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Adapun sejumlah tema yang akan disusun antara lain akhlak, pendidikan, globalisasi, zakat, wakaf, ekonomi syariah, dan masalah generasi milenial.
Rencana itu menuai pro-kontra. Kemenag dinilai terkesan tak percaya pada materi yang disampaikan khatib atau dai saat khotbah Jumat jika mengatur soal naskah.
Ini Tema-tema Naskah Khotbah Jumat
Salah satu tema pilihan dalam program penyiapan khotbah Jumat adalah pengarusutamaan moderasi beragama. Tema keagamaan misal ubudiyah dan amaliah, juga mendapat tempat dalam program penyiapan khotbah Jumat.
Tentunya tema sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan Islam tidak luput dari pembahasan di program tersebut. Beberapa tema ini dinilai signifikan untuk kehidupan dan dibahas menjadi naskah khotbah Jumat.
Kamaruddin mengatakan para penyusun akan merumuskan lebih dulu kebutuhan pesan keagamaan masyarakat. Selanjutnya pesan keagamaan kontemporer tersebut dituangkan dalam rumusan tema khotbah Jumat bersama-sama.
Menurut Kamaruddin, program penyiapan khotbah Jumat memperkaya materi dengan isu-isu kontemporer. Hasilnya, pesan dan wawasan publik terkait isu aktual dari sudut pandang agama akan terus meningkat.
Naskah Khotbah Jumat Bersifat Alternatif, Bukan Wajib
Naskah khotbah Jumat yang akan disusun Kemenag bersifat alternatif. Jadi tidak ada kewajiban bagi penceramah untuk dibacakan.
"Naskah yang disusun bisa dijadikan alternatif. Tidak ada kewajiban setiap masjid dan penceramah untuk menggunakan naskah khotbah Jumat yang diterbitkan Kemenag," ujarnya.
Komisi VIII DPR: Khawatir Hanya Jadi 'Proyek'
Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily meragukan apakah naskah khotbah Jumat dari Kemenag akan digunakan oleh para khatib. Jika tidak digunakan, Ace khawatir naskah khotbah itu hanya akan menjadi 'proyek'.
"Menyiapkan naskah khotbah Jumat untuk para khotib ya boleh-boleh saja. Tapi pertanyaannya, apakah bahan naskah khotbah itu akan digunakan atau tidak oleh para khatib di masjid-masjid? Jika tidak digunakan, saya khawatir program itu hanya menjadi 'proyek' saja, hanya disimpan di rak buku masjid," ujar Ace.
Ace tak mempermasalahkan jika tujuan disiapkannya naskah khotbah Jumat itu adalah untuk menambah wawasan para khatib. Ia pun meminta naskah khotbah Jumat tidak hanya berisi pesan kepentingan pemerintah jika nantinya naskah itu disiapkan oleh Kemenag.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menilai Kemenag terkesan tak percaya pada materi yang disampaikan khotib atau dai saat khotbah Jumat jika mengatur soal naskah.
"Sebenarnya penting-nggak penting juga. Nggak penting maksud saya kan para mubalig-mubalig kita ini sudah handal dengan keilmuannya. Jangan sampai juga nanti Kemenag terkesan tidak percaya dengan materi yang disampaikan selama ini oleh para khatib-khatib di mimbar Jumat. Itu juga harus di-clear-kan oleh Kemenag," kata Yandri.
Politikus PAN itu tak setuju jika para khatib yang menyampaikan khotbah mendapat tuduhan menyebarkan paham radikalisme.
DMI: Bandingkan dengan Zaman Soeharto
Dewan Masjid Indonesia (DMI) menilai Kemenag tidak perlu menyiapkan naskah khotbah Jumat untuk penceramah. DMI pun membandingkan dengan Presiden ke-2 RI Soeharto, yang disebut menyukai berbagai khotbah Jumat.
"Kalau menurut saya, sebenarnya tidak perlu, apalagi di alam demokratis sekarang. Pak Harto saja justru suka berkenan menyimak hidangan khotbah berbagai macam, baik sipil maupun militer," kata Sekjen DMI Imam Addarquthni kepada wartawan, Rabu (25/11/2020).
Menurut Imam, naskah khotbah yang disiapkan biasanya dilakukan oleh negara-negara kerajaan, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam, untuk menghindari kritik kepada raja. Jika Kemenag menyiapkan naskah khotbah Jumat, menurut Imam, akan menimbulkan sejumlah penafsiran.
Imam lalu merinci sejumlah penafsiran yang bisa saja timbul jika Kemenag menyiapkan naskah khotbah Jumat. Di antaranya Kemenag kurang percaya pada khotib atau dai, mendorong totalitarianisme pemerintahan agama, hingga menyebut Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi terjangkit islamofobia atau fobia terhadap Islam.
Tak hanya itu, penafsiran yang bisa muncul menurut Imam adalah Menag Fachrul kurang kerjaan dan tengah bereksperimen untuk mendapatkan pujian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kaitan Kemenag dengan kepentingan politik juga disebut Imam bisa menjadi bagian dari penafsiran yang muncul.
Penafsiran selanjutnya, menurut Imam, adalah Menag Fachrul tengah berusaha menyelamatkan diri dari ancaman reshuffle kabinet. Namun, di sisi lain, Imam mengatakan bisa saja niat Kemenag ini ditafsirkan baik untuk umat.
DMI Sulsel Setuju Naskah Khotbah Jumat dari Kemenag Asal Tidak Kekang Ulama
Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sulawesi Selatan (Sulsel) setuju dengan usulan Kemenag menyiapkan naskah khotbah Jumat itu asalkan tidak mengekang ulama menyampaikan dakwah.
"Tentu kita berharap tidak juga mengekang mubalig untuk menyampaikan dakwah. Saya kira tidak seperti itu yang dimaksudkan," kata Sekretaris DMI Sulsel Hasyid Hasan saat berbincang dengan detikcom, Kamis (26/11/2020).
Hasyid mengatakan DMI menginginkan dakwah yang disampaikan ke masyarakat berisi pesan-pesan yang mencerahkan dan menyejukkan semua umat.
Kadang, kata Hasyid, ada dakwah-dakwah yang disampaikan malah membuat suasana di tengah masyarakat tidak sejuk meski hal itu tidak menggambarkan keseluruhan ulama.
Kembali soal teks khotbah, DMI tidak mempermasalahkan hal itu, tetapi juga tidak menutup ruang improvisasi bagi para mubalig saat melakukan ceramahnya nanti. Mubalig juga diharapkan bebas menyampaikan pesan dakwah.(dtk)