DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Joko Widodo telah menandatangani draf Undang-Undang Cipta Kerja pada Senin (2/11/2020). Dengan demikian, aturan sapu jagat ini mulai resmi berlaku di Indonesia, termasuk yang mengatur ketenagakerjaan.
Saat masih berbentuk rancangan UU, sejumlah polemik muncul karena UU Cipta Kerja dianggap hanya menguntungkan pihak korporasi.
Salah satu kekhawatiran mengenai kehadiran UU Cipta Kerja adalah beleid yang memudahkan tenaga kerja asing untuk beroperasi dan bekerja di Indonesia.
Baca juga: Pemerintah Ajukan Perubahan di RUU Cipta Kerja, TKA Ahli agar Dipermudah Kerja di Indonesia
Apakah kekhawatiran itu punya dasar? Tentu saja, perlu dilihat aturan mengenai TKA dalam UU Cipta Kerja.
Sebelumnya, aturan mengenai penggunaan TKA diatur dalam Pasal 42 hingga Pasal 49 UU Ketenagakerjaan.
Dalam UU Cipta Kerja, aturan ini diubah dalam Pasal 81 poin 4 hingga. Terlihat sejumlah perubahan yang membuat penggunaan TKA di Indonesia semakin mudah.
Berikut paparannya.
1. Izin dipermudah
Dalam UU Ketenagakerjaan, TKA wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat terkait. Ketentuan ini ada dalam Pasal 42 Ayat (1).
Sejumlah izin itu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018, antara lain Visa Tingga; Terbatas (Vitas), Rencana Penggunaan TKA, dan Izin Menggunakan TKA.
Akan tetapi, ketentuan ini diubah dalam UU Cipta Kerja, sehingga TKA hanya perlu memiliki Rencana Penggunaan TKA (RPTKA).
Berikut perubahan Pasal 42 Ayat (1) tersebut: “Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat”.
2. Permudah direksi, komisaris, hingga pemegang saham asing
Pada UU Ketenagakerjaan, izin tertulis dipermudah hanya untuk pegawai diplomatik dan konsuler. Hal ini tercantum dalam Pasal 42 Ayat (3).
Akan tetapi, di UU Cipta Kerja, hal ini diperluas.
Bukan hanya tidak perlu mendapatkan izin tertulis, bahkan ada sejumlah posisi yang tidak perlu memiliki RPTKA, seperti direksi, komisaris, atau pemegang saham.
Berikut aturan dalam Pasal 42 Ayat (3):
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
c. tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
3. Detail RPTKA dihapus
Dalam UU Ketenagekerjaan, terdapat aturan detail mengenai RPTKA. Hal ini tercantum dalam Pasal 43.
Keterangan yang perlu dicantumkan itu antara lain mengenai alasan penggunaan TKA, jabatan atau kedudukan TKA dalam struktur perusahaan, jangka waktu kerja, hingga penunjukan TKA WNI sebagai pendamping.
Namun, keterangan detail mengenai RPTKA dalam Pasal 43 UU Ketenagakerjaan itu dihapus dalam UU Cipta Kerja.
4. TKA dilarang jabatan personalia
Dalam UU Cipta Kerja, ketentuan ini terdapat dalam perubahan terhadap Pasal 43 Ayat (5) UU Ketenagakerjaan.
” Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurLlsi personalia,” demikian ketentuan dalam UU Cipta Kerja.
Sebelumnya, ketentuan ini ada dalam Pasal 46 UU Ketenagakerjaan. Dengan adanya ayat itu, maka Pasal 46 UU Ketenagakerjaan dihapus di UU Cipta Kerja.
5. Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi dihapus
Dalam UU Ketenagakerjaan, hal ini tercantum dalam Pasal 44. Akan tetapi, UU Cipta Kerja menghapus ketentuan ini.
6. Dihapusnya ketentuan perusahaan wajib memulangkan TKA
Ketentuan ini sebelumnya tercantum dalam Pasal 48 UU Ketenagakerjaan.
Isi beleid itu: “Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asingke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir”.
Aturan ini dihapus dalam UU Cipta Kerja.