DEMOKRASI.CO.ID - Anggota DPR RI Hidayat Nur Wahid atau HNW mengkritisi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan Presiden Jokow Widodo (Jokowi).
Menurutnya, dalam UU tersebut ada perbedaan substansi yang membuat keruwetan, tak hanya sekadar typo belaka.
Hal itu disampaikan oleh HNW melalui akun Twitter miliknya @hnurwahid.
“Bukan sekadar kesalahan typo atau teknis, ada masalah perbedaan substantif yang hadirkan keruwetan dan ketidakpastian ketentuan,” kata HNW seperti dikutip Suara.com, Selasa (3/11/2020).
Wakil Ketua MPR RI itu menilai, perbedaan substansi tersebut membuat UU tersebut menjadi tak lagi sederhana, seperti niatan semula.
HNW mengangkat satu contoh perbedaan substansi yakni pada Pasal 36 ayat 2 yang tidak sinkron dengan Pasal 36 ayat 4.
“Ketentuan Pasal 36 ayat 2 tidak sinkron dengan ketentuan Pasal 36 ayat 4 UU Cipta Kerja,” tuturnya.
HNW sebut ada beda substansi di UU Cipta Kerja (Twitter/hnurwahid) |
Pada Pasal 36 ayat 2 berbunyi:
“Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat dikonversi dalam:
a. bentuk rumah susun umum yang dibangun dalam satu hamparan yang sama; atau
b. bentuk dana untuk pembangunan rumah umum.”
Namun, dalam Pasal 36 ayat 4, pembangunan rumah sederhana memiliki makna yang tidak sinkron dengan ayat sebelumnya.
Berikut bunyi Pasal 36 ayat 4:
“Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat dikonversi dalam bentuk rumah susun umum.”
Beda substansi di Pasal 36 ayat 3 dan 4 UU Cipta Kerja (Twitter/hnurwahid) |
Pasal-pasal Janggal
Komunitas Santri Gus Nadiryah Hosen lewat jejaring Twitter @na_dirs pada Selasa (3/11/2020) ikut mengkritisi isi UU setebal 1.187 halaman ini.
“Ini heboh lagi UU Cipker (UU Cipta Kerja) yang sudah di ttd Presiden masih ada kesalahan,” tulisnya sembari menyebut Mahfud MD.
Bagian pertama yang menjadi sorotan mereka adalah BAB III Pasal 6. Pasal tersebut berisi tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha mengacu pada pasal 5 ayat (1) huruf a.
Setelah dibaca, ternyata ada kesalahan tulis pada Pasal 6 tersebut. Di sana tertulis merujuk ke Pasal 5 ayat (1) huruf a, padahal seharusnya adalah merujuk ke Pasal 4 huruf a.
Sebab, pasal 5 tidak terdapat keterangan penjelas dan tidak mengandung ayat di dalamnya.
Kesalahan kedua terdapat pada Pasal 53 ayat (5).
Disana tertulis kalimat sebagai berikut:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan keputusan dan/atau tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden”.
Ternyata, kesalahan perujukan juga terjadi pada Pasal 53 ayat (5) ini. Sebab, seharusnya ayat tersebut dirujuk ke ayat (4), bukan malah ke ayat (5) sebagaimana tertulis dalam UU Cipta Kerja itu.
Lebih lanjut lagi, kejanggalan berikutnya terdapat pada isi UU Cipta Kerja yang mengatur tentang Minyak dan Gas Bumi.
Penjelasan tentang minyak gas dan bumi pada Pasal 1 ayat (3) dinilai sangat menggelitik. Sebab, penjelasannya dirasa nanggung dan sangat tidak solutif.
Pada Pasal 40 nomor 3 tersebut tertulis kalimat sebagai berikut:
“Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi”.