logo
×

Selasa, 03 November 2020

Seruan Boikot Negara Muslim Ancam Prancis Kehilangan Ekspor Rp1.465 T

Seruan Boikot Negara Muslim Ancam Prancis Kehilangan Ekspor Rp1.465 T

DEMOKRASI.CO.ID - Seruan boikot produk Perancis yang pertama kali digaungkan Turki mengancam perdagangan negara tersebut. Diketahui nilai perdagangan internasional antara Perancis dengan negara-negara Muslim mencapai lebih dari US$100 miliar sekitar Rp1.465,22 triliun untuk kurs saat ini.

Seperti diketahui negara muslim bereaksi keras dengan pernyataan kontroversial Presiden Perancis, Emmanuel Macron, yang menyebut Islam sedang dalam krisis menangani aksi terorisme. Pernyataan itu keluar setelah adanya aksi pembunuhan terhadap seorang guru di Perancis.

Dikutip dari Daily Sabah, Jumat 30 Oktober 2020, pernyataan ini berujung boikot produk-produk Perancis. Ini bermula dari Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, yang meminta warganya untuk memboikot produk-produk Perancis karena agenda anti-Islam Macron.

“ Sama seperti ‘Jangan beli barang-barang dengan merek Turki dalam bahasa Perancis. Kini, saya meminta rakyat Turki untuk tidak lagi membantu brand Perancis atau membelinya,” kata Erdogan pada Senin, 26 Oktober 2020.

Berdasarkan data yang dikompilasi Anadolu Agency, negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim memegang peran penting dalam perdagangan internasional Perancis.

Nilai ekspor yang dicatat Perancis sebesar US$45,8 miliar (Rp671,07 triliun) dengan negara-negara Islam pada 2019. Angka outstading impor senilai US$58 miliar (Rp849,83 triliun).

Sekadar informasi, negara ini memiliki nilai ekspor total senilai US$555 miliar (Rp8.131,97 triliun) dan impor US$639 miliar (Rp9.362,75 triliun) pada 2019. Perancis merupakan pengekspor utama produk pertanian global dengan 3 persen dikirim ke Timur Tengah dan menjadi eksportir senjata terkemuka.

Merek-merek Perancis di Negara yang Mayoritas Penduduknya Islam

Perancis juga menjadi pengekspor senjata di negara-negara Islam. Thales menjual senjata, teknologi penerbangan, dan sistem transportasi umum ke sejumlah negara mayoritas Muslim. Klien-kliennya adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Turki, dan Qatar. Mesir dam Qatar tercatat sebagai negara-negara yang memesan jet militer Rafale dari Dassault.

Belum lagi di sektor energi ada Total yang fokus pada penjualan produk petrokimia dan minyak bumi. Ada juga label mode utama Perancis seperti Louis Vuitton dan Chanel yang menjadikan Timur Tengah sebagai salah satu pasarnya.

Di sisi ritel, ada jaringan supermarket Carrefour yang beroperasi di Timur Tengah dan Asia Selatan—ritel ini menjadi salah satu target seruan boikot. Kampanye menjauh dari ritel Perancis sedang “ ngehits” di media sosial Arab Saudi selama akhir pekan.

Dari sisi otomotif. Renault—produsen mobil Perancis—mencantumkan Turki sebagai pasar terbesar kedelapan dengan 49.131 unit kendaraan terjual di sana dalam enam bulan pertama ini.

PSA—produsen Citroen dan Peugeot—mencatat ada peningkatan penjualan di Turki dan menjadi “ oase” di kondisi perekonomian yang sulit.

Pebisnis Perancis Dukung Pernyataan Macron?

Asosiasi bisnis terbesar di Perancis, MEDEF, mendukung pernyataan Macron. Dia juga menyerukan pengusaha Perancis tidak menyerah di bawah tekanan boikot. Dikatakan bahwa aksi ini sebagai pemerasan.

“ Kami harus menempatkan prinsip kami sebelum mengembangkan bisnis,” kata Presiden MEDEF, Geoffroy Roux de Bezeiu kepada radio swasta, RMC.

Aljazair menjadi salah satu pasar utama Perancis dengan nilai ekspor US$5,5 miliar (Rp80,59 triliun). Produk ekspornya seperti biji-bijian, turbin gas, dan mobil. Lalu, Perancis membayar US$4,7 miliar (Rp68,87 triliun) untuk impor minyak mentah, gas alam, bahan kimia, dan pupuk.

Tahun lalu, Maroko membayar US$5,34 miliar (Rp78,24 triliun) untuk impor motor turbo Prancis, turbin gas, pompa, mesin, sirkuit listrik, gandum, barley, kendaraan, suku cadang, dan suku cadang penerbangan. Impor Prancis dari negara itu berjumlah sekitar US$6,3 miliar (Rp9,31 triliun).

Qatar, di sisi lain, telah mengimpor produk penerbangan, peralatan listrik dan elektronik, mesin, produk besi dan baja, kosmetik dan batu mulia senilai US$4,3 miliar (Rp63 triliun) dari Prancis.

Pasar-pasar penting bagi Perancis lainnya adalah Tunisia, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Mesir di mana Prancis menghasilkan ekspor masing-masing senilai US$3,74 miliar (Rp57,8 triliun), US$3,67 miliar (Rp53,77 triliun), US$3,34 miliar (Rp48,94 triliun), dan US$2,58 miliar (Rp37,8 triliun).

Ekspornya ke Indonesia, Malaysia, Senegal, Nigeria, Lebanon, dan Kuwait masing-masing berjumlah US$1,75 miliar (Rp25,64 triliun), US$1,68 miliar (Rp24,61 triliun), US$1,2 miliar (Rp17,58 triliun), US$657 juta (Rp9,63 triliun), US$627 juta (Rp9,19 triliun), dan US$589 juta (Rp8,63 triliun).

Di sisi lain, Perancis membayar US$7,5 miliar (Rp109,89 triliun) untuk impor dari Arab Saudi dan US$5 miliar (Rp73,26 triliun) untuk barang-barang dari Tunisia. Itu juga membuat impor dari Nigeria, Kazakhstan, Bangladesh, Malaysia, Indonesia, UEA dan Libya senilai US$4,4 miliar (Rp64,47 triliun), US$3,5 miliar (Rp51,28 triliun), US$3,3 miliar (Rp48,35 triliun), US$2,67 miliar (Rp39,12 triliun), US$2,1 miliar (Rp30,77 triliun), US$1,72 miliar (Rp25,2 triliun), dan US$1,6 miliar (Rp23,44 triliun).

Sumber Asli

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: