DEMOKRASI.CO.ID - Ketidakhadiran mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo dalam acara pemberian penghargaan Bintang Mahaputra di Istana Negara, Jakarta pada 11 November lalu menjadi polemik.
Meski tidak hadir, Gatot yang saat ini menjadi presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu tetap menerima penghargaan tersebut.
“Saya anggap itu pilihan cerdas atau lebih tepat cerdik dari seorang mantan Panglima,” kata pengamat politik Rocky Gerung dalam wawancara dengan Hersubeno Arief yang di-upload di chanel Youtube Rocky Gerung Official, Kamis 12 November 2020.
Menurut dia, langkah tersebut menunjukkan ilmu kepanglimaan masih ada di kepala Gatot Nurmantyo. “Yaitu memenangkan peperangan, hanya dengan memenangkan dua pertempuran. Itu yang dinamakan taktis atau strategis,” ujarnya.
Rocky mengatakan, langkah tersebut juga menujukkan Gatot sebagai seseorang yang memiliki keahlian dalam berstrategi dalam membaca psikologi lawan.
“Jadi dengan satu gerak “tipu” itu seluruh kemampuan Istana untuk mengontrol KAMI hilang. Enggak mungkin Istana bilang gatot menolak pemberian negara, krena itu berarti menolak pengutamaan yang menjadi tradisi di dalam pemerian gelar,” tuturnya.
Gatot dikatakan Rocky menerima penghargaan itu, namun tidak hadir dalam pemberian tanda jasa tersebut. “Gatot membaca piskologi publik yang menginginkan gatot tidak hadir. Gatot tahu kalau dia tolak (Bintang Mahaputra-red) akan dibilang anti kepada negara, karena itu pemberian negara,” kata Rocky.