DEMOKRASI.CO.ID - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof Jimly Asshiddiqie menanggapi pernyataan Juru Bicara Persaudaraan Alumni atau PA 212, Ustaz Haikal Hassan Baras yang akan menggelar Reuni 212 pada Desember 2020 mendatang.
Ahli hukum tata negara ini tidak sependapat dengan pernyataan Haikal Hassan dalam video yang dibagikan @Aiek_Channel.
Dalam video itu, Haikal Hassan mengatakan akan menggelar Reuni 212 yang lebih besar karena pemerintah tetap melaksanakan pilkada 2020.
Haikal mengaku sudah bertemu dengan seorang pejabat. Dalam pertemuan itu, Haikal menanyakan tentang pelaksanaan Pilakada.
“Orangnya punya jabatan tinggi. Saya tanya bapak bikin pilkada gak? oh ada. Kalau bapak bikin pilkada, saya bikin reuni,” kata Haikal dalam video itu.
Menurut Haikal, pihaknya akan menggelar Reuni 212 yang lebih besar karena pemerintah tidak menunda Pilkada.
“Kalau bapak menghargai, enggak bikin pilkada, ini juga menghargai, gak bikin reuni. Tapi karena bapak putuskan bikin pilkada, kita bikin reuni, bahkan lebih gede dari pilkada bapak,” tegas Haikal.
Menanggapi pernyataan Haikal, Prof Jimly mengatakan bahwa pilkada sudah diatur dalam undang-undang.
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) menegaskan bahwa reuni 212 hanya akan memperbesar konflik pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang sudah selesai.
“Ini cari-cari masalah. Pilkada sudah diatur UU setelah sebelumnya ditunda. Reuni tidak ada dasarnya, malah terus-menerus besarkan konflik pilgub yang sudah tuntas,” kata Jimly melalui akun twitternya, @JimlyAs, Jumat (13/111).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini meminta agar PA 212 lebih arif dan menghargai nonmuslim.
“Mohonlah kearifan, warga yang tidak setuju, aplagi yang non muslim mungkin lebih banyak merasa tidak nyaman,” imbuhnya.
Jimly menyarankan kepada pemerintah pusat untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) terkait rencana Reuni 212.
“Tolong bertoleransi. Menteri mesti koordinasi dengan Pemda,” pungkas Jimly Asshiddiqie.