DEMOKRASI.CO.ID - Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengomentari terkait tindakan represif aparat terhadap Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) yang sedang demonstrasi di depan Gedung DPRD Provinsi Kaltim, Kota Samarinda.
Menurutnya, aksi represif tersebut justru malah dinikmati penguasa.
Asfinawati tidak habis pikir dengan tindakan represif aparat saat mengamankan para demonstran. Sebab, dalam video terlihat para aparat melakukan tindakan semena-mena terhadap para pelaku demo.
“Iya, benar-benar kacau itu,” kata Asfinawati saat dihubungi Suara.com, Jumat (6/11/2020).
Tindakan represif anggota kepolisian itu tidak terlepas dari Surat Telegram Kapolri dengan Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020. Surat telegram itu bertujuan untuk mencegah penyebaran berita hoaks terkait omnibus law RUU Cipta Kerja.
Meski memang kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin konstitusi, namun karena masih terdapat pandemi Covid-19, maka Polri mempertimbangkan untuk tidak memberikan izin soal kegiatan yang menimbulkan kerumunan.
“Ini karena ada perintah lintas Polda, buktinya surat telegram Kapolri itu,” tuturnya.
Selain itu, Asfinawati juga menilai kalau tindakan represif itu seolah dibiarkan oleh penguasa. Ia melihat Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai atasan Kapolri malah menikmati tindakan tersebut.
“Presiden (Jokowi) sebagai atasan langsung Kapolri juga tampaknya menikmati pelanggaran kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum ini,” pungkasnya.
Wajar Represif
Demonstrasi yang digelar oleh Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) di depan Gedung DPRD Provinsi Kaltim, Jalan Teuku Umar, Kota Samarinda dengan tuntutan menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja pada Kamis (5/11/2020) berakhir ricuh.
Sejumlah pendemo yang menggelar aksi tersebut ditangkap dan mengalami tindakan represif dari aparat seperti dipukul, diseret hingga ditendang.
Menanggapi hal itu, Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono menjelaskan, bahwa demo yang berlangsung di depan Gedung DPRD Provinsi Kaltim disebut tak berizin. Alhasil, aparat memukul mundur massa.
“Terkait dengan kegiatan represif oleh Polri karena memang yang bersangkutan pertama, ini si aliansi kaltim menggugat ini tidak pemberitahuan pelaksaan demo sehingga mereka tidak memegang izin gitu. Wajar kalau polisi membubarkan. Pertama itu,” kata Awi di Gedung Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat.
Awi menyampaikan, alasan kedua karena massa menggelar aksinya dengan menutup jalan.
Menurutnya, aparat kemudian memukul mundur agar jalan tersebut dapat dilalui orang banyak.
Jadi Tersangka
Kabid Humas Polda Kalimantan Timur Kombes Ade Yaya Suryana mengatakan dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu merupakan bagian dari sembilan demonstran yang ditangkap saat aksi.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga melakukan perusakan dan membawa senjata tajam jenis badik.
“Dari sembilan orang tersebut dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pidana perusakan dan kepemilikan senjata tajam jenis badik,” kata Ade saat dikonfirmasi, Jumat (6/11/2020).
Sementara itu, Ade menyebutkan tujuh orang lainnya hingga kekinian masih diperiksa. Pemeriksaan dilakukan untuk mendalami ada atau tidaknya keterlibatan mereka.
Dia juga mengungkapkan bahwa satu dari sembilan orang yang ditangkap tersebut terkonfirmasi reaktif Covid-19. Hal itu diketahui berdasarkan hasil rapid test.
“Satu orang yang dinyatakan reaktif,” katanya.