DEMOKRASI.CO.ID - Ustad Tengku Zulkarnain kembali mengkritik pemerintahan Jokowi. Tengku meminta mundur saja bila tak mampu mencari uang untuk negara dengan cara elegan atau baik.
“Kalau sudah tidak mampu mencari duit untuk negara dengan cara elegan, jangan malu-malu. Mundur saja. Jangan rusakkan negara, ” tulis Ustad Tengku Zulkarnain di akun Twitter-nya, Sabtu (14/11/2020).
Menurut Tengku Zulkarnain, NKRI merupakan negara yang berfalsafah Pancasila, berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Disebabkan itu, tidak boleh mencari uang dengan cara judi, minuman keras, pelacuran, narkoba, ganja, dan lain lain yang dilarang agama.
“Anehnya banyak Buzzers yang mengaku ber-Pancasila, malah membela pelaksanaannya, maksiat seperti pelacuran, miras, narkoba, judi dan lain lain,” katanya lagi.
“Mereka itu benar Pancasialis atau Setanis, sih? Monggo,” tegas Wasekjen MUI Pusat ini.
Sebelumnya, Ustad Tengku Zulkarnain menanggapi pernyataan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang menyebut Negara mendapat Rp5 triliun setiap tahun dari minuman beralkohol.
“Azis Syamsuddin sebut negara dapat Rp5 triliun dari dagang miras. Yang satu tukang hutang. Yang satu mau dukung perdagangan miras?,” ungkapnya.
“Ya Allah malam ini semakin nampak di mata kami siapa siapa mereka,” katanya.
Seperti diketahui, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin meminta pembahasan RUU Minuman Beralkohol (Minol) dapat mempertimbangkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang Undang Cipta Kerja.
Dia menegaskan bahwa pada Paragraf 2 UU Cipta Kerja tentang Penanaman Modal yang mengubah UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, disebutkan bahwa semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal.
Kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan Pemerintah Pusat.
Ketentuan itu disebutkan pada Pasal 12. Dimana di pasal 2 UU Cipta Kerja dikatakan ketentuan dalam Undang Undang ini berlaku dan menjadi acuan utama bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah NKRI.
Karena itu menurutnya, UU yang berlaku setelahnya harus mengacu pada ketentuan tersebut, termasuk RUU Minol yang salah satu ketentuan dalam rancangannya melarang untuk memproduksi minuman beralkohol.
“Jangan lupa dalam aspek perdagangan pendapatan negara dari minuman beralkohol terbilang tinggi sekitar Rp5 triliun setiap tahun,” katanya.
“Terlebih apabila kami mempertimbangkan nasib para tenaga kerja di bidang tersebut yang akan berdampak dengan adanya RUU Minol,” ujarnya.
“Namun tetap memperhatikan aspek peningkatan ekosistem penanaman modal,” katanya lagi.