DEMOKRASI.CO.ID - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pernyataan Panglima Komando Daerah Militer atau Pangdam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurrahman berlebihan.
"Show of force yang dilakukan TNI dengan tindakan maupun pernyataannya untuk satu ormas tertentu adalah berlebihan," kata Wakil Koordinator Rivanlee Anandar saat dihubungi, Jumat, 20 November 2020.
Rivanlee mengatakan TNI adalah alat negara di bidang pertahanan yang harus tunduk pada kebijakan politik negara. Menurut Rivanlee, pernyataan maupun tindakan show of force bukan keputusan politik atau undang-undang.
Rivanlee mengatakan unjuk kekuatan TNI justru akan menjadi justifikasi untuk masuk ke segala lini. "Negara harus memberikan demarkasi yang jelas dan mencegah TNI kembali masuk dalam ranah sipil dan politik sebagaimana terjadi di masa Orde Baru," ujar dia.
Di sisi lain, Rivanlee mengatakan saat ini pun tak jelas situasi darurat apa yang membuat TNI masuk ke ranah mengurus ormas. Ia menyebut peristiwa ini justru menjadi evaluasi bagi Kepolisian Republik Indonesia.
"Ini menjadi evaluasi dan cerminan ada ketidaksiapan dan ketidakpercayaan diri dari institusi Polri dalam menjalankan tugas pokoknya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat," ujar Rivanlee.
Sebelumnya, Pangdam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurachman mengatakan FPI tak bisa seenaknya terkait pemasangan spanduk dan baliho di Ibu Kota. Dudung mengatakan jika diperlukan, pemerintah bisa membubarkan FPI pimpinan Rizieq Shihab.
"Kalau perlu, FPI bubarkan saja! Kok mereka yang atur. Suka atur-atur sendiri," kata Dudung usai Apel Kesiagaan Pasukan Bencana di Jakarta, Jumat, 20 November 2020.
Dudung gerah dengan pemasangan spanduk dan baliho yang bermuatan ajakan revolusi dan provokatif dari pimpinan FPI. Jenderal bintang dua ini pun menyampaikan perintah kepada anggota Kodam Jaya untuk menurunkan spanduk dan baliho ajakan provokatif. []