DEMOKRASI.CO.ID - Kegiatan Habib Rizieq (HRS) di Petamburan menimbulkan kerumunan tak mematuhi protokol Covid-19. Ternyata pendaftaran pilkada 2020 juga kerumunan tak patuh prokes.
Senin siang (16/11/2020), pemerintahan Jokowi menyinggung dan menyesalkan kegiatan Maulid Nabi dan akad nikah putri Habib Rizieq Shihab yang mendatangkan kerumunan di Petamburan.
Selain di Petamburan, kerumunan juga terjadi di Megamendung, Bogor, saat Habib Rizieq mendatangi pesantrennya dan melakukan peletakan batu pertama.
Kerumunan-kerumunan ini dianggap tak mematuhi protokol kesehatan Covid-19 yang diterapkan pemerintah.
Melalui Menko Polhukam Mahfud MD, pemerintah menyinggung dan menyesalkan kegiatan Habib Rizieq di Petamburan, Jakarta Pusat tersebut.
Berdasarkan penelusuran Pojoksatu.id, ternyata pendaftaran Pilkada 2020 di beberapa daerah di Indonesia juga menimbulkan kerumunan yang tak mematuhi protokol Covid-19.
Misalnya, massa PDIP tumpah-ruah di Solo ketika mengarak Gibran-Teguh Prakosa mendaftarkan diri ke KPU.
Sementara di Medan, pasangan Bobby-Aulia Rachman berkonvoi dengan vespa diiringi massa pendukung.
Kemudian, bapaslon Saiful A. Mbuinga-Suharsi Igirisa juga menggelar konser deklarasi pasangan calon Pilkada Serentak 2020 di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo.
Kementerian dalam Negeri mencatat setidaknya 260 bapaslon dalam Pilkada serentak 2020 telah melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19 saat proses pendaftaran.
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian mengungkapkan permintaan penundaan Pilkada terjadi lantaran kerumunan pada pendaftaran calon kepala daerah (Cakada) pada tanggal 4-6 September lalu.
Tito kemudian menjelaskan alasan terjadinya kerumunan itu.
“Pada tanggal 4-6 September terjadi kerumunan besar yang berpotensi menjadi media penularan. Itu pada saat pendaftaran pasangan calon. Dan ini membuat brand atau image yang kurang baik terhadap pelaksanaan Pilkada sekaligus juga adanya suara ingin agar Pilkada ditunda kembali,” kata Tito dalam Rakor Kesiapsiagaan Penyelenggaraan Pilkada 2020 secara virtual, Selasa (22/9/2020).
Tito mengatakan usai terjadi kerumunan itu, Kemendagri melakukan evaluasi. Dia mengatakan kerumunan itu tak seharusnya terjadi.
“Dari hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri kenapa terjadi kerumunan tanggal 4-6 September ini, ada yang deklarasi ada yang arak-arakan,” katanya.
“Jelas sesuatu yang tidak kita harapkan, aturan-aturan yang berhubungan dengan pencegahan COVID kegiatan seperti ini tentu tidak kita inginkan,” tuturnya.
Salah satu faktor terjadinya kerumunan itu, menurut Tito karena kurangnya sosialisasi. Sehingga masyarakat masih merasa Pilkada di masa normal.
“Ini karena terjadi karena memang belum tersosialisasi baik masalah kepatuhan terhadap protokol COVID-19 sehingga terjadi pengerumunan dan akhirnya pendaftaran pasangan calon seperti cara lama sebelum adanya COVID, rame-rame datang, deklarasi, buka panggung dan lain-lain,” kata dia.