DEMOKRASI.CO.ID - Kecaman Presiden Jokowi kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron diapresiasi banyak pihak.
Akan tetapi, kecaman yang disampaikan orang nomor satu di Indonesia itu dinilai masih terlalu sopan dalam menyampaikan protes kepada Macron.
Demikian disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana dilansir PojokSatu.id dari Rakyat Merdeka, Sabtu (31/10) malam.
Hikmahanto lalu membandingkan protes yang dilakukan Jokowi dengan sejumlah presiden dari negara lain. Salah satunya Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
“Pendekatan Jokowi yang soft approach diharapkan mampu mengubah pandangan Macron. Beda ceritanya dengan gaya Erdogan yang sudah dipastikan tidak akan efektif,” terang Hikmahanto.
Ia berpandangan, pendekatan dan diplomasi yang dilakukan Jokowi itu demi kemanusiaan. Bukan karena mewakili negara muslim.
Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, Indonesia telah melakukan kecaman dan protes dengan dipanggilnya Dubes Prancis di Indonesia oleh Kementerian Luar Negeri.
Namun, Rektor Universitas Ahmad Yani ini menyarankan, kalau ingin protes yang dilakukan didengar oleh Prancis, Jokowi bisa mengontak (menelepon) langsung Macron.
Apalagi, Jokowi memiliki kedekatan dengan Marcon sejak KTT G20 tahun 2017 lalu.
“Pak Jokowi bisa kontak langsung Macron agar menghentikan rangkaian kekerasan mengerikan di masa mendatang, demi kemanusiaan,” katanya.
Menurutnya, sikap Marcon yang keras kepala dengan membolehkan pembuatan dan publikasi kartun Nabi Muhammad dapat berujung pada tragedi kemanusiaan.
Karena itu, Jokowi juga harus tegas meminta Macron menarik pernyataannya dan meminta maaf kepada umat Islam.
“Menyampaikan saran tersebut merupakan hal yang wajar. Mengingat Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar, sehingga sangat memahami perasaan umat muslim,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron akhirnya angkat bicara terkait kecaman seluruh dunia yang ditujukan kepada dirinya.
Hal itu terkait pernyataannya dan kontroversi kartun Nabi Muhammad SAW.
Kepada Al Jazeera, Sabtu (31/10), Macron menghormati dan memahami reaksi kemarahan umat Islam di seluruh dunia.
Apalagi berkenaan dengan munculnya karikatur Nabi Muhammad.
Kendati demikian, kata dia, hal itu tetap tidak bisa dijadikan alasan untuk melalukan kekerasan.
Sebaliknya, Macron menegaskan tidak akan mundur menghadapi kekerasan.
Selain itu, Macron juga memasatikan akan membela hak-hak kebebasan untuk berkekspresi.
Namun, Macron juga mengklarifikasi bahwa dukungannya terhadap kebebasan berkeskpresi itu bukan berarti mendukung munculnya kartun Nabi Muhammad.
Ia juga membantah bahwa dengan pernyataannya itu bahwa Prancis menjadi negara yang anti-Muslim.
Demikian transkrip wawancara Macron dalam rilis pemerintah Prancis yang dikutip Reuters.
“Jadi saya memahami dan menghormati bahwa orang dapat terkejut dengan kartun ini, tetapi saya tidak akan pernah menerima bahwa seseorang dapat membenarkan kekerasan fisik atas kartun ini,” kata Macron.
“Saya akan selalu membela kebebasan di negara saya untuk menulis, berpikir, menggambar,” lanjut dia.
“Peran saya adalah menenangkan segalanya. Itulah yang saya lakukan. Tetapi pada saat yang sama, melindungi hak-hak ini,” imbuhnya.