DEMOKRASI.CO.ID - Dunia sedang mengupayakan pengembangkan vaksin yang aman dan efektif untuk melindungi orang dari virus corona penyebab Covid-19. Tim peneliti melakukan studi vaksin dengan mempersilakan relawan yang tertarik untuk berpartisipasi dalam uji klinis. Salah satunya adalah Jurnalis Reuters, Steve Stecklow.
Steve berpartisipasi dalam uji klinis vaksin Covid-19 Novavax eksperimental di NIHR di London. Dia mengisahkan pengalamannya selama mengikuti pengujian yang dilakukan pada 28 Oktober lalu.
Semuanya diawali pada Juli lalu, ketika pemerintah Inggris mengumumkan sedang mencari banyak sukarelawan untuk uji klinis berskala besar dari vaksin baru. Steve kemudian ikut mengisi formulir online dan dia tidak banyak berharap apa-apa.
"Sebulan sebelumnya, seorang teman baik saya meninggal karena Covid-19 setelah menggunakan ventilator selama berminggu-minggu," ujar Steve.
Pada akhir September, sebuah email jawaban muncul, memberitahu bahwa dia termasuk di antara 250 ribu 'pelopor dalam perang melawan Covid-19' yang telah mendaftar.
"Pada 1 Oktober, saya diundang untuk mengajukan uji coba vaksin yang dibuat oleh perusahaan bioteknologi Amerika bernama Novavax Inc ( NVAX.O ). Saat itu (perusahaan) sedang mencari hingga 10 ribu sukarelawan di Inggris Raya untuk uji coba tahap akhir untuk menentukan keamanan dan keefektifan vaksin," terang Steve.
Teman-teman Steve terkejut dengan keputusannya mengikuti uji coba itu. Menganggapnya sangat nekad.
"Seperti judi," kata teman-teman Steve.
"Jika Anda berusia 18-84 tahun dan dalam keadaan sehat, Anda dapat memenuhi syarat untuk berpartisipasi," bunyi email yang diterima Steve. "Studi ini melibatkan enam kunjungan selama sekitar 13 bulan. Biaya perjalanan yang wajar akan diganti."
Steve kemudian mulai mencari tahu tentang vaksin Novavax, yang sejauh itu kurang mendapat perhatian dibandingkan beberapa vaksin lainnya, untuk memastikan kembali apakah dia benar-benar ingin melakukannya.
Pfizer Inc telah mengumumkan kandidat vaksin Covid-19 yang tampaknya lebih dari 90 persen efektif. Pada bulan September, uji coba tahap akhir dari vaksin yang dikembangkan oleh Universitas Oxford dan AstraZeneca Plc dihentikan setelah adanya laporan penyakit saraf yang serius pada seorang sukarelawan, meskipun uji coba kemudian diizinkan untuk dilanjutkan.
"Bagi saya, vaksin Novavax tampaknya tidak terlalu berisiko," pikir Steve.
Sesunguhnya, perusahaan yang berbasis di Maryland itu tidak pernah menerima persetujuan untuk vaksin. Teknologi yang digunakannya sama seperti untuk membuat kandidat Covid-19 yang digunakan untuk suntikan flu.
"Saya telah diinokulasi untuk melawan flu setiap tahun selama beberapa dekade dan tidak pernah sekalipun mengalami reaksi yang merugikan," ujar Steve.
Hasil yang dipublikasikan dari tahap pertama pengujian vaksin Novavax juga tidak menunjukkan efek samping yang serius. Kasus terparah adalah seseorang yang mengalami demam ringan hanya selama sehari.
Setelah mempelajari itu semua akhirnya Steve memutuskan untuk melakukannya. Dalam bayangannya jika kehidupan ingin kembali normal maka dunia membutuhkan vaksin dan sukarelawan.
"Jika saya egois, saya pinginnya diinokulasi sesegera mungkin. Mengingat betapa monoton rutinitas harian saya saat menjadi sukarelawan itu. Saya menjadi sangat menghindari risiko sehingga istri saya menyebut saya 'sipir penjara'.
Jika kemudian Steve tertular virus, para peneliti akan memantaunya dengan cermat dna ketat. Di Inggris, di mana telah terjadi lonjakan kasus Covid-19, orang yang terinfeksi diharuskan mengisolasi diri. Dia akan sendirian untuk waktu yang lama, kecuali mereka memerlukan perawatan darurat dan harus berada di rumah sakit.
"Tentu saja, ada kemungkinan 50-50 saya akan disuntik dengan plasebo - larutan garam - yang tidak akan melindungi saya dari apa pun. Dalam pengujian vaksin, plasebo digunakan sebagai kontrol untuk melihat apakah yang asli lebih efektif dalam menangkis virus," terang Steve.
"Jadi, setelah pemeriksaan online dan melalui telepon untuk menentukan apakah saya memiliki kondisi medis yang mendiskualifikasi saya dari penelitian, saya diberi janji untuk suntikan pertama dari dua suntikan."
Steve mengisahkan peristiwa yang tidak dia lupakan, ketika dia muncul di suatu pagi di fasilitas penelitian klinis di Rumah Sakit King's College di London selatan. TIba-tiba resepsionis memintanya melepas masker sepeda Churchill Pro yang dia gunakan, yang harganya 33 dolar AS. Masker itu menggunakan 'Teknologi Filtrasi Militer Inggris' yang berguna untuk menghalangi 'hampir 100 persen' virus.
Resepsionit itu mengganti maskernya dengan yang murah, yang sekali pakai. Steve akhirnya mengetahui bahwa maskernya yang mahal itu ternyata berpotensi terkontaminasi.
Beberapa relawan lainnya sudah berada di ruangan besar untuk bersiap-siap. Steve bertemu secara pribadi dengan seorang dokter yang menanyakan apakah dia memiliki pertanyaan.
"Saya punya beberapa pertanyaan, bagaimana jika vaksin Novavax terbukti sangat sukses sehingga uji coba dihentikan? Apakah saya akan diberi tahu apakah saya menerima plasebo dan, jika demikian, diberi vaksin yang sebenarnya?" tanya Steve.
Dokter mengatakan jika Steve mendapatkan plasebo maka dia harus menunggu setahun, karena para peneliti ingin terus memantau setiap peserta uji coba.
"Bagaimana jika vaksin lain disetujui terlebih dahulu dan saya diberi plasebo? Apakah saya akan diizinkan untuk mengambilnya?" tanya Steve lagi dan dokter menjawab bisa saja itu terjadi.
"Setelah saya menandatangani formulir persetujuan untuk berpartisipasi dalam persidangan, dia memberi saya pemeriksaan fisik singkat. Kembali ke ruangan besar, seorang perawat memberi saya tes Covid-19, memasukkan kapas panjang ke tenggorokan saya dan kemudian melalui lubang hidung. Kemudian dia bersiap untuk mengambil darah. Saya peringatkan dia bahwa pembuluh darah saya tipis dan seringkali terbukti bermasalah. Dia terus gagal dua kali sebelum memanggil seorang rekan yang lebih beruntung," kisah Steve.
Injeksi itu sendiri lancar. Tetapi ketika perawat memeriksa tekanan darahnya, ternyata tekanan darahnya melonjak. Perawat meminta Steve menunggu beberapa menit, membuat hati Steve didera kecemasaran yang luar biasa.
Selama menunggu, Steve mencoba bermeditasi untuk menenangkan dirinya. Dia menarik napas dalam-dalam dan menghelanya perlahan.
"Sejauh ini, saya tidak mengalami efek samping dan saya menunggu suntikan kedua setelah tiga minggu berlalu. Ingin tahu tentang pengalaman saya, saya berbicara dengan James Galloway, dosen klinis senior di King's College yang merupakan dokter yang bertanggung jawab atas uji coba saya," ujar Steve.
"Dia mengatakan kepada saya bahwa belum ada keputusan yang dibuat tentang apa yang harus dilakukan dengan sukarelawan yang menerima plasebo jika Novavax terbukti efektif atau vaksin lain disetujui terlebih dahulu," lanjut Steve, menambahkan bahwa tim peneliti sebenarnya menginginkan orang-orang mendapatkan vaksin itu jika mereka memiliki plasebo. "Kami tidak ingin ada yang menderita karena berpartisipasi dalam penelitian ini, itukata mereka."
Seorang juru bicara Novavax kemudian memberi tahu Steve bahwa relawan akan mendiskusikan pilihan mereka dengan dokter yang mengawasi di lokasi percobaan.
Galloway mengatakan ada risiko teoritis jika seseorang yang mendapat vaksin Novavax disuntik dengan yang berbeda. Menurutnya ada kemungkinan orang itu akan bereaksi.
Dia tidak tahu bagaimana uji coba UK Novavax sejauh ini karena dia tidak memiliki akses ke datanya. Namun secara keseluruhan, dia tetap optimis vaksin efektif melawan Covid-19 akan tiba.
"Kebetulan, dokter (Galloway) yang berusia 42 tahun itu juga terjangkit Covid-19 pada musim semi lalu. Dia mengatakan dia demam selama 10 hari dan sempat dirawat di rumah sakit sebentar setelah mengalami masalah irama jantung. Aku tidak menginginkannya pada siapa pun, katanya," tutup Steve.[rmol]