DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Joko Widodo resmi meneken omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja pada Senin (2/11/2020).
Aturan dengan nama resmi UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja ini pun telah diunggah di laman Kementerian Sekretariat Negara pada Senin malam sehingga dapat diakses publik.
UU Cipta Kerja yang diunggah tersebut tebalnya 1.187 halaman.
Dalam aturan tersebut, terdapat perubahan peraturan mengenai cuti bagi buruh/karyawan yang tercantum pada Pasal 79 UU Nomor 11 Tahun 2020.
Perubahan itu menyasar aturan tentang istirahat panjang di luar waktu istirahat dan cuti tahunan yang diatur pada Pasal 79 Ayat (5) UU Nomor 11 Tahun 2020.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang.
Pengaturan soal pemberian istirahat panjang ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja bersama.
Masih dari aturan yang sama, dalam Ayat (6) disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada Ayat 5 diatur dengan peraturan pemerintah.
Sementara itu, aturan sebelumnya yakni UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan istirahat panjang secara lebih rinci.
Pasal 79 Ayat (2) UU Nomor 13 menyebut istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerjaselama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuanpekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
Aturan yang sama juga menyebut hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
Adapun perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (4) diatur dengan keputusan menteri.
Perubahan ini sebelumnya pernah menjadi sorotan buruh, termasuk Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal.
Menurut Said Iqbal, dengan adanya aturan baru itu cuti panjang itu tak lagi menjadi kewajiban perusahaan.
“Dalam omnibus law, pasal yang mengatur mengenai cuti panjang diubah, sehingga cuti panjang bukan lagi kewajiban pengusaha,” kata Said.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo membantah kabar bahwa Undang-Undang Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai berbagai jenis cuti, seperti cuti melahirkan dan cuti sakit, bagi pekerja.
Jokowi memastikan bahwa UU Cipta Kerja tetap mengharuskan perusahaan memberikan hak cuti kepada para pekerjanya.
“Adanya kabar yang menyebutkan bahwa semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan, dihapuskan, dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan juga ini tidak benar. Hak cuti tetap ada dan dijamin,” kata Jokowi dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Jumat (9/10/2020).
Terpisah, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menepis kabar bahwa hak cuti sakit, hak cuti haid, dan cuti melahirkan bagi pekerja atau buruh ditiadakan di Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Menurut dia, hak cuti ketiga hal tersebut masih tetap berlaku di Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
“Cuti bagi para pekerja atau buruh di UU Cipta Kerja ini juga tidak menghilangkan hak istirahat saat haid, sakit, saat melahirkan yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jadi tidak benar (tak mendapat hak cuti ketiga itu). Jadi, ketentuan itu tetap berlaku sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,” kata dia dalam tayangan virtual, Rabu (14/10/2020).
Kembali dirinya menegaskan, selama tidak tertulis atau tidak diatur di dalam UU Cipta Kerja maka pemberi kerja maupun buruh/pekerja masih mengacu UU Ketenagakerjaan.
“Yang tidak diatur di Undang-Undang Cipta Kerja yang itu merupakan ketentuan di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, sepanjang tidak dihapus, sepanjang tidak diatur ulang maka ketentuan yang ada di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tetap berlaku sebagai ketentuan-ketentuan,” ucap dia.