DEMOKRASI.CO.ID - Megawati Soekarnoputri soal kondisi Jakarta saat ini amburadul menuai perdebatan. Megawati pun sempat membandingkan kondisi Jakarta sekarang dengan 1950-an.
Elite PDIP pasang badan membela dan menjelaskan maksud ucapan ketua umumnya itu. Namun, suara yang kontra dengan Megawati pun mempertanyakan konteks amburadul karena tak sesuai kenyataannya. Hal ini yang jadi perdebatan dalam acara Dua Sisi tvOne bertajuk Mega: “Jakarta Amburadul”.
Dalam acara tersebut menghadiri politikus PDIP Kapitra Ampera dan Anggota DPRD DKI dari Fraksi PSI William Aditya Sarana. Dari sisi yang kontra ada Anggota DPRD dari Fraksi Gerindra Syarif dan aktivis media sosial yang juga pendukung Gubernur DKI Anies Baswedan, Geisz Chalifah.
Awal diskusi dimulai dengan penjabaran Kapitra soal maksud pernyataan amburadul Megawati. Ia menekankan ucapan Megawati itu mesti dilihat sebagai cermin untuk melihat realitas kondisi Jakarta saat ini.
“Jadikan itu sebagai kritik bahwa Jakarta hari ini berbeda dengan Jakarta sebelumnya. Itu realitas yang tak bisa kita pungkiri,” kata Kapitra yang dikutip VIVA pada Jumat, 13 November 2020.
Menurut dia, jangan bandingkan dengan 1950-an. Tapi, bandingkan dengan tiga atau empat tahun belakangan. Kata dia, menyindir Jakarta yang tak dapat penghargaan City of Intellect sehingga tak ada peradaban. Ia bilang dalam peradaban suatu kota itu mesti ada tiga komponen yang salah satunya efisiensi hidup.
“Coba lihat bagaimana kita bisa efisien hidup di Jakarta? Karena pengelolaan kota, transportasinya itu tidak sistematis, tidak ada manajemen modern,” kata Kapitra.
Belum lagi peraturan Gubernur DKI Anies Baswedan yang dinilai membatasi hak asasi masyarakat. Salah satunya pengadaan sistem ganjil genap di tengah pandemi COVID-19
Mendengar pemaparan Kapitra, giliran Geisz menyampaikan pandangannya. Namun, ia pertanyakan pemahaman Kapitra soal Jakarta.
“Pertanyaan sederhana, Anda ngerti enggak yang Anda bicarakan,” tanya Geisz ke Kapitra.
“Bung, saya hadir di sini karena saya tahu apa yang saya bicarakan,” jawab Kapitra.
“Oke kalau begitu ke pertanyaan kedua,” ujar Geisz.
Namun, Kapitra merespons dengan nada keras sambil menunjuk-nunjuk ke arah Geisz. “Anda enggak berhak bertanya ke saya,” kata Kapitra dengan memotong Geisz.
“Lah, Anda kan menilai 3-4 tahun sebelumnya,” sergah Geisz.
“Hei, Anda bicara apa yang Anda tahu. Apa yang Anda ditanya jelaskan. Jangan tendensius begitu,” tutur Kapitra dengan emosi.
Menurut dia, baiknya Geisz memaparkan pandangannya. Tak perlu bertanya terhadapnya.
“Kalau Anda minta saya uraikan lagi kenapa ini kota amburadul ini saya uraikan. Anda jawab sendiri, counter saya,” ujar Kapitra.
“Oke, saya counter sekarang. Anda menyatakan sesuatu,” kata Geisz.
“Saya menyatakan sesuatu yang jadi hak saya,” potong Kapitra.
Geisz pun menjelaskan kondisi Jakarta yang memiliki kelas sosial luar biasa. Namun, di era Anies kelas sosial itu sudah jadi penyatuan.
Ia mencontohkan saat masih muda sulit menemukan tempat untuk menyatukan kelas sosial di Ibu Kota.
“Sekarang, tempat di mana-mana. Anak muda datang lewat transportasi MRT dan TransJakarta. Kelas sosial itu dipersempit. Itu peradaban. Itulah transportasi yang menyatukan,” jelas Geisz.
“Bagaimana sekarang bisa menyatakan yang sekarang lebih amburadul dari tiga empat tahun kemarin. Sementara, publik jadi punya tempat untuk berinteraksi,” tambah Geisz.
Usai paparan itu, ia pun mengajukan pertanyaan ke Kapitra soal kuliner terkenal Ibu Kota yaitu Nasi Kapau di Matraman dekat Pasar Senen.
“Itu satu, kedua Anda pernah jalan-jalan ke Nasi Kapau Tengah?” tanya Geisz.
Lagi-lagi, Kapitra dengan nada keras terbata-bata sambil menunjuk Geisz.
“Anda tanya diri Anda jelaskan, Anda gak berhak tanya saya. Atau saya jawab pertanyaan Anda,” ujar Kapitra.
Geisz pun bilang ia sudah menjawab argumen Kapitra. Namun, ia meminta agar Kapitra menjawab pertanyaannya.
Kapitra pun menjawab dengan menyoroti peradaban di suatu kota itu terkait cara berpikir melahirkan sains dan teknologi.
“Saya tanya pernah ke Senen, Nasi Kapau, jawabnya enggak usah panjang-panjang. Jauh amat,” kata Geisz.
“Saya enggak perlu Nasi Kapau, Anda silakan makan Nasi Kapau,” jawab Kapitra.
“Anda ngerti enggak, ini bicara soal Jakarta. Aduh, kok ini jadi ngotot, aduh,” tutur Geisz seraya tertawa.