DEMOKRASI.CO.ID - Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terungkap, bahwa mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo memotong jatah suap Irjen Napoleon Bonaparte dari Djoko Tjandra sebesar 50 ribu dolar Amerika Serikat.
Pemotongan jatah itu ketika Djoko Tjandra melalui rekannya Tommy Sumardi membawa uang sebesar 100 ribu dolar untuk diberikan kepada terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte di kantornya Gedung TNCC lantai 11 Mabes Polri.
"Saat diperjalanan didalam mobil, Brigjen Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa oleh Tommy Sumardi, kemudian mengatakan 'Banyak banget ini Ji buat beliau? Buat gw mana?' dan saat itu uang dibelah dua oleh Brigjen Prasetijo Utomo, dengan mengatakan 'Ini buat gw, nah ini buat beliau', sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi dua," ungkap Jaksa Erianto membacakan dakwaan untuk Irjen Napoleon Bonaparte di PN Tipikor, Jakarta Pusat Senin (2/11).
Saat tiba di ruangan Irjen Napoleon, Tommy menyerahkan paper bag berisi uang suap yang telah dipotong itu kepada Irjen Napoleon Bonaparte. Namun, karena melihat nilainya tak sesuai, Napoleon menolak dan justru meminta tambahan uang suap untuk menghapus red notice yang semula seharga Rp 3 miliar menjadi Rp 7 miliar.
Untuk meyakinkan Tommy, Irjen Napoleon menjual nama pimpinan Polri.
"Ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik ji jadi 7 (tujuh) ji soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata "petinggi kita ini"," kata Jaksa.
Dalam dakwaannya, total uang yang telah dikantongi Brigjen Prasetijo Utomo sebagai perantara penghapusan red notice Djoko Tjandra sebesar 150 ribu dolar Amerika Serikat.
Atas perbuatannya, Prasetijo diduga melanggar Pasal 5 ayat (2) Jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Jo. Pasal 11 Jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 Tentang Perubahan atas UU31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP(RMOL)