logo
×

Senin, 23 November 2020

Analisa Maksud Anies Baswedan Pamer Foto Baca Buku, dari ‘Show Off’ sampai Nyindir

Analisa Maksud Anies Baswedan Pamer Foto Baca Buku, dari ‘Show Off’ sampai Nyindir

DEMOKRASI.CO.ID - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunggah foto dirinya tengah membaca buku berjudul ‘How Democracies Die’.

Buku itu ditulis dua profesor dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.

Foto itu diunggah Anies melalui akun Twitter pribadinya, Minggu (22/11).

Dalam foto itu, Anies terlihat sangat santai mengenakan baju koko putih lengan pendek dipadu bawahan sarung cokelat.

Anies duduk bersandar di sebuah kursi kayu di ruang baca. Di belakangnya ada kemari kecil, yang diisi buku-buku.

Di samping kanannya, sebuah meja kayu panjang, yang kosong. Tak ada kopi, teh, maupun cemilan. Hanya telepon genggam.

Meski penampilannya santai, Anies terlihat amat serius membaca. Matanya fokus, menatap tajam ke lembaran halaman yang dibacanya.

Tangan kirinya menjadi penyangga buku, sedangkan tangan kanannya digunakan untuk membuka halaman.

“Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi,” cuitnya dalam unggahan itu.

Pendiri Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio mencoba menafsirkan.

Dikutip PojokSatu.id dari Rakyat Merdeka, menurutnya, Anies ingin menyampaikan ke publik bahwa dirinya seorang akademisi.

“Buku itu simbol akademisi. Dia ingin menyampaikan, semuanya harus berdasarkan data dan menghormati ilmu pengetahuan,” ulasnya.

Pria yang akrab disapa Hensat ini memandang, buku yang dibaca Anies bermakna dahsyat.

Anies seperti sedang menelaah bagaimana demokrasi di Indonesia saat ini.

“Pesannya, bahwa demokrasi bisa mati. Itu sebuah cerminan atau komunikasi simbol yang luar biasa,” ungkap dia.

“Mudah-mudahan hal ini bisa menjadi pemantik diskusi yang lebih sehat dalam ranah demokrasi kita,” harap Hensat.

Sementara, pengamat politik Ujang Komarudin menduga, ada dua poin yang ingin disampaikan Anies.

Pertama, Anies bermaksud menyindir pihak tertentu.

Kedua, mencari jawaban dari buku tersebut perihal kematian demokrasi.

“Sebab, jika tidak dijaga, demokrasi hanya akan menjadi kenangan,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini.[]

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: