DEMOKRASI.CO.ID - Aparatur sipil negara (ASN) merupakan kelompok yang harus mengedepankan netralitasnya dalam setiap pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan kepala daerah ( pilkada).
Namun dari sejarahnya, hingga saat ini masih saja ditemukan ASN yang tidak netral dan condong terhadap salah satu pasangan calon.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan kembali mengenai netralitas ASN, terutama jelang Pilkada 2020 yang akan digelar 9 Desember mendatang.
Ia mengatakan, netralitas adalah prinsip utama dari sikap dan perilaku ASN.
“Sebagai Wakil Presiden RI dan selaku Ketua Komite Percepatan Reformasi Birokrasi Nasional, saya selalu mengingatkan netralitas adalah prinsip utama bagi sikap dan perilaku ASN,” ujar Wapres Ma’ruf Amin di acara Kampanye Virtual Gerakan Nasional ASN, yang digelar Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) Rabu (7/10/2020).
Ia mengatakan, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selaku pelayan publik, ASN harus bersikap adil, tidak berpihak dan tidak boleh dipengaruhi kepentingan siapa pun, baik pribadi, kelompok, maupun golongan.
Sebab, netralitas merupakan landasan utama bagi terwujudnya percepatan reformasi birokrasi di Tanah Air.
“Netralitas harus dilakukan oleh seluruh pegawai ASN untuk menjaga dan menangkal politisasi birokrasi,” kata dia.
Apabila politisasi birokrasi terjadi, kata dia, tujuan untuk membangun birokrasi profesional semakin jauh.
Apalagi birokrasi profesional adalah penentu terciptanya tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good and clean governance).
Wapres Ma’ruf Amin sekaligus yakin bahwa menjaga netralitas ASN akan memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak.
Bagi kepala daerah, target-target kinerja pemerintahan akan tercapai dengan baik karena ASN lebih fokus pada kinerja dan tidak dilibatkan dalam aktivitas politik.
Kemudian, bagi birokrasi, netralitas ASN akan meningkatkan kualitas pelayanan publik dan penerapan sistem merit serta membuat birokrasi menjadi independen, transparan, dan akuntabel.
“Bagi pegawai ASN, pengembangan karier akan lebih terbuka dengan berpedoman pada integritas, kompetensi, dan kinerja. Tidak dipengaruhi kedekatan ASN dengan penguasa atau tokoh berpengaruh,” kata dia.
Sementara itu, bagi masyarakat, netralitas ASN akan menghasilkan kohesi sosial yang tinggi.
Dengan demikian, kepercayaan masyarakat pun akan meningkat karena dilayani dan diperlakukan adil.
Pilkada jangan dikotori
Wapres Ma’ruf Amin juga menginginkan, Pilkada 2020 jangan dikotori oleh hal-hal yang dapat merusak esensi demokrasi. Termasuk salah satunya oleh ketidaknetralan ASN.
“Kesakralan prosesi demokratis pilkada yaitu keterbukaan, akuntabilitas, integritas dan netralitas dalam penyelenggaraannya harus kita jaga supaya tidak dikotori hal-hal yang dapat merusak esensi dan sendi-sendi dasar demokrasi itu sendiri,” kata Wapres Ma’ruf Amin.
Menurut dia, pencegahan pelanggaran netralitas ASN sangat penting digalakkan.
Apalagi pilkada kali ini akan digelar secara serentak di 270 daerah.
Sebab, penyelenggaraan pilkada merupakan mandat konstitusi, sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.
Tidak hanya itu, pilkada juga menjadi sarana bagi rakyat untuk mengaktualisasikan hak konstitusional. Termasuk dalam menyampaikan aspirasi politiknya untuk turut serta dalam pemerintahan secara demokratis.
“Netralitas adalah salah satu faktor penentu kualitas demokrasi dan kontestasi pemilihan umum. Perhatian netralitas ASN ini harus mendapatkan prioritas bersama, demi menjaga amanah konstitusi tentang demokrasi dan kedaulatan rakyat,” ucap dia
Potensi Pelanggaran
Wapres Ma’ruf Amin juga mengungkapkan potensi pelanggaran netralitas ASN yang berpotensi terjadi jelang Pilkada 2020. Ini harus jadi perhatian.
Sebab, dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada Serentak 2020 pada 25 Februari 2020 dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), netralitas ASN merupakan salah satu dari lima indikator dominan sub dimensi kerawanan pemilu.
“Beberapa pelanggaran netralitas ASN yang perlu mendapatkan perhatian antara lain memberi dukungan ke pasangan calon di media sosial atau media massa, melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri ke salah satu partai politik,” kata dia.
“Kemudian, turut menyosialisasikan, menghadiri kegiatan yang menguntungkan bakal calon, mendeklarasikan diri sebagai bakal calon, mengajak atau mendukung bakal calon dan melakukan pergantian pejabat dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon,” lanjut Wapres Ma’ruf Amin.
Hal itu merupakan kondisi nyata di lapangan yang belum sesuai harapan dan amanat undang-undang (UU) tentang netralitas ASN.
Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, tepatnya Pasal 2 huruf f menyebutkan, penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan asas netralitas.
Dengan demikian, netralitas pun merupakan prinsip, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku yang tidak dapat dipisahkan dari ASN.
Hal tersebut juga sudah diperkuat dengan dikeluarkannya Pedoman Pengawasan Netralitas ASN pada 10 September 2020 dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) lima institusi negara.
Kelima institusi tersebut, yaitu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Kepegawaian Nasional (BKN), dan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN).
“SKB ini bertujuan untuk menciptakan penyelenggaraan Pilkada 2020 yang netral, objektif dan akuntabel, khususnya terkait pengawasan netralitas ASN,” kata dia.
Namun menurut laporan terakhir Bawaslu, kata dia, dalam kurun waktu seminggu masa kampanye Pilkada 2020, telah ada 1.300 laporan masyarakat tentang pelanggaran di dalam tahapan pelaksanaan Pilkada 2020.
Dari jumlah itu, sebanyak 600 di antaranya terkait dengan netralitas ASN.
Pelanggaran Netralitas ASN
Diberitakan sebelumnya, ratusan ASN dilaporkan ke KASN atas dugaan pelanggaran netralitas terkait penyelenggaraan tahapan pilkada.
“Berdasarkan data per 30 September 2020, terdapat 694 pegawai ASN yang dilaporkan melakukan pelanggaran netralitas,” kata Ketua KASN Agus Pramusinto di Jakarta, Rabu (7/10/2020), seperti dilansir Antara.
Dari total ASN yang dilaporkan, KASN telah memberi rekomendasi terhadap 492 ASN untuk dijatuhi sanksi pelanggaraan netralitas.
Namun, dari jumlah itu, baru 256 rekomendasi yang ditindaklanjuti pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Beberapa jenis pelanggaran yang dilakukan ASN, sebut Agus, misalnya ikut kampanye atau sosialisasi di media sosial, hingga melakukan pendekatan ke partai politik dan bakal calon kepala daerah.
Selain itu, melakukan kegiatan yang berpihak pada salah satu calon, menghadiri deklarasi pasangan bakal calon, serta membuat keputusan yang menguntungkan calon tertentu.
Berdasarkan instansi, imbuh Agus, pelanggaran netralitas paling banyak dilakukan di Kabupaten Purbalingga (56 orang), Kabupaten Wakatobi (34 orang), Kabupaten Kediri (21 orang), Kabupaten Musi Rawas Utara (19 orang) dan Kabupaten Sumbawa (18 orang).
Sementara, berdasarkan wilayah, pelanggaran terbanyak dilakukan ASN di Sulawesi Tenggara (90 orang), Nusa Tenggara Barat (83 orang), Jawa Tengah (74 orang), Sulawesi Selatan (49 orang), dan Jawa Timur (42 orang).
Adapun, jabatan para pelanggar ASN juga beragam, mulai dari pimpinan tinggi, fungsional, pelaksana, administrator, hingga kepala wilayah seperti camat serta lurah.
Agus menambahkan, netralitas merupakan bagian dari etika dan perilaku yang wajib diterapkan oleh seluruh ASN sebagai penyelenggara negara. Pelanggaran netralitas menyebabkan kualitas pelayanan publik menjadi rendah serta memunculkan praktik koruptif di kalangan ASN.
“Pelanggaran terhadap azas netralitas akan menjadi pintu masuk munculnya berbagai gangguan dan pelanggaran hukum lainnya,” kata dia.