DEMOKRASI.CO.ID - Anggota Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman menjelaskan sejumlah keanehan dalam pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker), yang disetujui menjadi Undang-undang pada Paripurna DPR Senin 5 Oktober 2020. Fraksi Demokrat akhirnya memilih keluar dari ruang siang paripurna atau walk out dari proses pengesahan UU tersebut.
Dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi di tvOne, Benny memaparkan alasan fraksinya tersebut. Dia mengaku, ini bukan penolakan yang tiba-tiba dilakukan oleh fraksinya. Tetapi sejak awal pembahasan. Alasannya, lantaran pandemi COVID-19 yang saat ini tengah dihadapi. Menurutnya, kalau memang pemerintah dengan UU ini ingin menarik investor, tapi justru tidak ada investor yang memiliki dana karena pandemi.
“Itu kan niatnya. Niatnya untuk meningkatkan investasi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, mengatasi pengangguran dan meningkatkan pendapatan, sehingga ujung-ujungnya mengurangi angka kemiskinan. Tetapi jangan lupa di tengah-tengah pandemi dunia ini apa ada investasi yang masuk ke Indonesia. Buka pintu selebar lebarnya, wong yang punya uang, negara yang punya uang saja lagi kesulitan, kok kita buka pintu,” jelas Benny dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Selasa 6 Oktober 2020.
Justru yang dia lihat adalah pengesahan yang sudah dilakukan kemarin untuk kepentingan pengusaha. Karena ada keinginan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja. “Dan undang-undang ini adalah hadiah negara untuk para pengusaha yang ingin melakukan PHK dengan pesangon yang sangat murah dan dibebankan kepada negara, yang semula beban perusahaan 32 kali [upah] itu, perusahaan hanya menjadi 16 kali,” katanya.
Menurut anggota Komisi III DPR tersebut, pihaknya juga melihat ada keanehan kenapa paripurna tiba-tiba dipercepat. Sebab sejak awal pihaknya dan juga publik memahami kalau paripurna pengesahan akan dilakukan pada 8 Oktober mendatang.
Tetapi malah dimajukan secara mendadak pada 5 Oktober kemarin. Padahal, dalam banyak kesempatan, pemerintah mengatakan undang-undang ini untuk kepentingan masyarakat dan buruh juga.
“Kenapa takut dengan aksi buruh kalau memang ada masyarakat yang protest? Kalau pemerintah yakin undang-undang pro publik, pro rakyat, kenapa mesti takut, kenapa umpet umpet? Kok kayak main petak umpat aja,” kata Benny.
Dia menilai, undang-undang yang baru disahkan kemarin itu masih jauh dari sempurna. Masih butuh pendalaman dan pembahasan untuk memperbaikinya. Termasuk melibatkan berbagai elemen seperti LSM, buruh, akademisi, hingga masyarakat yang mendapatkan efek langsung dari diberlakukannya undang-undang ini.
“Coba bayangkan, mana ada perlindungan untuk nelayan, petani, peternak kalau impor lagi dibuka seluas luasnya? Katanya untuk membuka lapangan kerja, ndak ada. Ndak sesuai kata dengan perbuatan itu,” kata politisi asal Nusa Tenggara Timur itu.