DEMOKRASI.CO.ID - Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Nur Hidayati ikut menyayangkan pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR dan Pemerintah. Terlebih, RUU Cipta Kerja mendapat berbagai penolakan dari masyarakat.
“Pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja merupakan puncak pengkhianatan negara terhadap hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan lingkungan hidup serta generasi mendatang,” tutur Nur dalam keterangannya, Selasa (6/10).
Menurut Nur, pengesahan yang dilakukan secara senyap dan tergesa-gesa ini pada akhirnya akan melanggengkan ketimpangan dan laju kerusakan lingkungan hidup.
“Pilihan mengesahkan RUU yang tidak mencerminkan kebutuhan rakyat dan lingkungan hidup merupakan tindakan inkonstitusional. Hal ini yang membuat kami menyatakan mosi tidak percaya kepada Presiden, DPR dan DPD RI,” jelas dia.
Percepat Kerusakan Lingkungan Hidup
Nur mengatakan, Walhi mencatat beberapa hal krusial dalam ketentuan RUU Cipta Kerja terkait isu agraria. Ketentuan tersebut semakin melanggengkan dominasi investasi dan mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup.
“Seperti penghapusan izin lingkungan sebagai syarat penerbitan izin usaha, reduksi norma pertanggungjawaban mutlak dan pertanggungjawaban pidana korporasi, perpanjangan masa waktu perizinan kehutanan dan perizinan berbasis lahan. RUU Cipta Kerja justru mengurangi dan menghilangkan partisipasi publik dalam ruang peradilan dan perizinan kegiatan usaha,” bebet Nur.
Walhi menegaskan, pengesahaan RUU Cipta Kerja ini merupakan persekongkolan jahat proses legislasi yang mengabaikan kepentingan hak asasi manusia dan lingkungan hidup. Ini merupakan bentuk keberpihakan negara pada ekonomi kapitalis, yang akan memperparah kemiskinan dan hilangnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
“Satu-satunya cara menarik kembali mosi tidak percaya yang kami nyatakan ini hanya dengan cara negara secara sukarela membatalkan pengesahan RUU Cipta Kerja,” terang Nur.