DEMOKRASI.CO.ID - UNDANG-Undang Cipta Kerja dinilai bisa menimbulkan dampak buruk terhadap terhadap lingkungan dan pertanian.
"Dampak UU Ciptaker terhadap lingkungan cukup mengkhawatirkan," kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor Hermanto Siregar, saat dihubungi, Rabu (7/10).
Menurutnya dengan prosedur amdal yang eksisting dan relatif ketat saja banyak terjadi pencemaran lingkungan. Apalagi jika dipermudah seperti yang tercantum di dalam UU Ciptaker.
Dalam Pasal 88 UU Ciptaker berbunyi: Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau
kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya.
Sementara pada Pasal 88 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) sangat ketat terhadap lingkungan. Karena setiap orang atau korporasi bertanggungjawab mutlak apabila kegiatannya mencemari lingkungan tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Selain itu, Hermanto juga menyoroti urgensi UU Ciptaker yang digadang-gadang akan meningkatkan Foreign Direct Investment (FDI). Saat pandemi covid muncul FDI tersebut akan sulit.
"UU ini secara potensial memang dapat meningkatkan FDI, namun hal tersebut saya kira tidak terjadi di era pandemi ini. Covid-19 yang belum terkendali berarti uncertainty ekonomi dan bisnis masih tinggi.," jelasnya.
Hermanto menyebutkan bahwa semakin lama penanganan covid oleh pemerintah, maka semakin lama pula investor asing baru masuk ke Tanah Air.
Jika FDI bisa melonjak dan masuk ke sektor pertanian dirinya berharap investor tidak menyentuh budidaya dan hanya pada pengolahan hasil tani.
"Saya kira boleh saja mengundang investor untuk masuk di sektor pertanian. Namun jangan di budidaya, melainkan di pengolahan hasil," jelasnya.
"Sebab, pengolahan hasil pertanian akan memberi nilai tambah yang lebih besar serta menyerap tenaga kerja lokal," pungkasnya. (OL-2)