logo
×

Rabu, 07 Oktober 2020

Tagar Hina DPR Bergema Gegara UU Cipta Kerja

Tagar Hina DPR Bergema Gegara UU Cipta Kerja

 


DEMOKRASI.CO.ID - Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU berbuntut panjang. Selain memunculkan aksi unjuk rasa di berbagai daerah, timbul juga tagar-tagar berbau penghinaan kepada DPR RI.

Dilihat detikcom, Selasa (6/10/2020), pukul 11.25 WIB hari ini, ada sejumlah tagar bernada mencemooh DPR yang menjadi trending topic di Twitter. Kata-katanya pun beragam, ada #DPRRIKhianatiRakyat, #DPRIMPOSTOR, hingga #OmnibusLawSampah. Bahkan ada satu tagar yang menggunakan kata kasar.

Saat dilihat, ada 2,15 juta cuitan yang menggunakan #DPRRIKhianatiRakyat. Tak hanya itu, ada sebanyak 10 ribu cuitan yang menyertakan #DPRIMPOSTOR.

Tagar-tagar berbau penghinaan ini direspons oleh sejumlah fraksi di DPR, termasuk pimpinan ‘Senayan’. Fraksi Partai Demokrat (PD) dan PKS, fraksi yang tidak setuju RUU Ciptaker disahkan menjadi UU bersuara.

Ada dua fraksi pendukung UU Ciptaker, PPP dan PAN yang juga merespons perihal kemunculan tagar itu. Kemudian, seorang pimpinan DPR menanggapi.

Dimulai dari Fraksi Demokrat. Fraksi berlambang mirip logo mercy itu menilai kemunculan hashtag itu sebagai sebuah konsekuensi. Namun dia tidak setuju jika suatu kekecewaan ditunjukkan dengan cara yang tidak beretika.

“Saya pikir itu konsekuensi kalau sebuah kebijakan dari lembaga negara, DPR dan pemerintah, ternyata tidak menggambarkan aspirasi masyarakat. Sekarang ini kan zamannya zaman keterbukaan informasi. Orang kan bisa menyampaikan pandangan masing-masing. Tapi tentu kalau yang kasar-kasar saya tidak setuju. Kita kan bangsa yang beretika, religius, bangsa Timur, saya nggak setuju kalau yang kasar-kasar,” kata Sekretaris Fraksi PD Marwan Cik Asan kepada wartawan, Selasa (6/10).

PD sendiri menilai UU Ciptaker cacat prosedur dan substansi. Marwan menyatakan bahwa PD enggan bertanggung jawab jika di kemudian hari UU Ciptaker justru menimbulkan dampak negatif.

“Ya konsekuensi kita tidak ikut menyetujui itu, ya, kita nggak tahu nanti dampak UU ini seperti apa. Dahsyatnya pasal-pasalnya, misalnya terkait dengan 30 persen penghilangan daerah aliran sungai, kemudian pembukaan usaha-usaha yang tadinya hanya dikhususkan UMKM sekarang menjadi terbuka, kemudian kesejahteraan buruh yang berkurang, dan lain sebagainya,” papar Marwan.

Lanjut ke Fraksi PKS. Mereka menilai tagar yang menjadi trending topic di Twitter itu sebagai bentuk kekecewaan rakyat atas pengesahan RUU tersebut.

“Trending topic di media sosial yang mendiskreditkan DPR adalah cerminan kekecewaan rakyat atas pengesahan Undang-Undang Ciptaker yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat,” sebut Wakil Ketua Fraksi PKS Netty Prasetyani kepada wartawan.

Menurut Netty, masyarakat punya hak menyampaikan pendapatnya. Namun, di sisi lain, Netty meminta masyarakat tidak menyamakan semua fraksi di DPR karena PKS tegas menyatakan penolakannya terhadap UU Ciptaker.

“Adalah hak rakyat untuk menyuarakan sikap dan pendapatnya. Namun, menurut saya, publik harus cermat menilai agar tidak menyamaratakan semua fraksi di DPR RI,” ujar Netty.

“Fraksi PKS dalam sidang paripurna tersebut dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap RUU Ciptaker, meskipun akhirnya RUU tersebut tetap disahkan karena jumlah kami minoritas,” lanjut dia.

Sementara itu, Fraksi PPP menilai perlu ada etika dalam menggunakan media sosial. Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi atau yang akrab disapa Awiek mengatakan tagar hinaan kepada DPR merupakan bagian dari ekspresi.

“Saya kira itu bagian dari ekspresi yang karakter orang berbeda-berbeda,” kata Awiek kepada wartawan.

“Memang seharusnya di medsos itu perlu ada etika. Sama halnya dengan ketemu tatap muka. Cuma kalau ini disampaikan ke medsos,” ucap Wakil Ketua Baleg DPR ini.

Senada dengan fraksi lainnya, PAN pun menilai kemunculan tagar berbau penghinaan kepada DPR pascapengesahan UU Ciptaker sebagai sesuatu yang wajar. Namun, partai berlambang matahari putih itu menyarankan masyarakat membaca secara menyeluruh UU Ciptaker.

“Jadi memang draf dari pemerintah itu sudah banyak perubahan. Mungkin masyarakat yang belum baca secara menyeluruh saya sarankan coba baca secara menyeluruh isi UU Omnibus Law. Kalau masih ada yang belum puas, masih ada, tadi, judicial review,” tutur anggota Fraksi PAN Yandri Susanto.

Menurut Yandri, yang jadi persoalan saat ini adalah pasal mana dalam UU Ciptaker yang tidak layak. Ketua Komisi VIII DPR itu khawatir masyarakat yang menolak itu membaca naskah yang belum melalui proses pembahasan.

“Saya sebagai Ketua Komisi VIII sudah tiga kali kirim surat ke Baleg. Beberapa di antaranya itu, misalnya, masalah pendidikan yang tidak punya izin itu diancam 10 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar, itu sudah dihapus, sudah nggak ada. Kemudian masalah pelaksanaan ibadah umroh, itu mau dibuka seluas-luasnya tanpa melihat agama orang yang… travel dan sebagainya itu,” papar Yandri.

Terakhir, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Azis menyebut munculnya trending cemoohan ke DPR itu sebagai masukan bagi wakil rakyat. Namun demikian, menurutnya, keputusan yang diambil di DPR bersifat kolektif kolegial dan bukan keputusan pribadi.

“Kunci dari DPR kita akan maksimal usaha, dan di DPR ini kan kolektif kolegial, tidak ada hierarki komando di sini, kolektif kolegial dari 9 partai. Sehingga majority-nya keputusan ini bukan keputusan personal, keputusan dari institusi yang bersifat kolektif kolegial dari 9 partai yang ada di sini,” kata Azis di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/10).

Saat disinggung apakah hinaan ini akan berdampak kepada citra dan kepercayaan masyarakat terhadap DPR, Azis tak berkomentar banyak. Hanya saja, menurutnya, rakyat dipersilakan untuk tidak memilih wakilnya di Senayan jika merasa tidak percaya lagi.

Artikel Asli

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: