DEMOKRASI.CO.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengajuan gugatan (judicial review) terkait ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) di Jakarta, pada Senin (5/10). Sidang gugatan ke-14 terkait presidential threshold ini dilakukan oleh ekonom senior sekaligus tokoh nasional, Rizal Ramli dan temannya, yang juga merupakan penggugat II, Abdulrachim Kresno dengan kuasa hukum Refly Harun dkk.
Sidang beragendakan mendengarkan perbaikan permohonan yang dibacakan oleh kuasa hukum pemohon secara virtual. Sidang lanjutan gugatan dengan nomor perkara 74/PUU-XVIII/2020 ini dipimpin oleh Majelis Hakim Penel MK, Arief Hidayat, bersama dua anggota Majelis Hakim Panel, Suhartoyo dan Daniel Yusmic P. Foekh.
Perbaikan permohonan tersebut di antaranya meliputi terkait kedudukan hukum yang ditegaskan pada legal standing pemohon I Rizal Ramli, dan kedua mengenai putusan MK yang menguji konstitusionalitas Pasal 222 UU 7/2017.
Dalam pernyataannya, Rizal Ramli mengatakan bahwa dirinya merasa sangat dirugikan oleh pemberlakuan sistem presidential threshold saat ini. Rizal Ramli mengajukan alasan mengapa dirinya mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
Selanjutnya, kata Rizal Ramli, dalam perjalanan politiknya, dia sering didorong menjadi Presiden. Misalnya, pada 2009, mantan Menko Kemaritiman itu, didukung oleh 12 partai politik peserta pemilu untuk menjadi Calon Presiden RI. Partai-partai yang bergabung dan menamakan diri Blok Perubahan itu memiliki jumlah suara 11,88 persen (12.380.227 suara), dengan kader-kader yang menempati ribuan kursi DPRD tingkat provinsi dan kabupaten. Namun, partai-partai yang telah lulus verifikasi ini tidak memiliki kursi di DPR RI. Karena itu, dia pun kandas dalam pencalonan tersebut.
Mantan Menko Perekonomian itu menjelaskan, banyak elemen masyarakat dari unsur non partai politik yang memberikan dukungan kuat kepada RR untuk menjadi calon Presiden RI, antara lain: dari para tokoh Jawa Barat/Paguyuban Pasundan; dari para tokoh NU kultural Jawa Timur dan Jawa Tengah; dari Rektor Ibnu Chaldun; dari mantan Presiden Abdurrahman Wahid; dari putri Proklamator RI Rachmawati Sukarnoputri.
Dia juga menyatakan masuk dalam tiga besar capres 2014, hasil survei Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), pimpinan Boni Hargens. Juga, diunggulkan sebagai capres 2019 oleh Political and Public Policy Studies (P3S), pimpinan Jerry Massie. Diunggulkan sebagai capres alternatif 2019 hasil survei Lembaga Survei KedaiKOPI, pimpinan Hendri Satrio.
Terakhir, dia diunggulkan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI sebagai capres yang memiliki kapasitas tertinggi untuk Pilpres 2024, dengan persentase tinggi 67 persen. Di atas Ignatius Johan, Susi Pudjiastuti, dan Sudirman Said. Rizal Ramli mengatakan, bukti-bukti dukungan terhadap Rizal Ramli tersebut dapat dilihat dalam pemberitaan media massa yang dapat diakses oleh masyarakat luas.
Karena itu, Rizal Ramli mengatakan, dirinya merasa dirugikan dengan pemberlakukan ambang batas 20 persen (presidential threshold).
Pertama, dengan fakta-fakta berupa dukungan yang sangat luas untuk menjadi Calon Presiden RI seperti tercantum di atas, kenyataannya Rizal Ramli merasa sangat dirugikan oleh sistem presidential treshold yang berlaku saat ini.
Kedua, hal lainnya partai-partai besar yang menawarkan Rizal Ramli untuk menjadi Calon Presiden RI bersikap sangat transaksional, yaitu meminta biaya finansial yang sangat besar (atau dikenal dengan istilah uang mahar) sebagai ongkos dukungan.
Ketiga, hal ini tentu tidak mungkin dan tidak sanggup dilakukan oleh Rizal Ramli. Selain tidak memiliki kekayaan yang besar, selama kariernya memegang berbagai jabatan penting Rizal Ramli tidak pernah korupsi.
Karena itu, Rizal Ramli mengatakan bahwa inilah saatnya bagi MK untuk membuat keputusan penting agar mengubah demokrasi yang disebutnya kriminal dengan demokrasi yang bersih dan amanah. “Ini saatnya Mahkamah Konstitusi membuat perubahan penting agar Demokrasi Kriminal diubah menjadi Demokrasi Bersih dan Amanah,” ujar Rizal Rami.
Bertentangan dengan Konstitusi
Kuasa hukum Rizal Ramli, Refli Harun sebelumnya mengatakan, dirinya akan mengajukan dua argumentasi kepada MK, yaitu yang sifatnya konstitusional dan ekstra atau non konstitusional.
Yang dimaksudkan dengan argumentasi konstitusional, kata Refly, yaitu PT telah mengamputasi hak sejumlah partai untuk mengajukan capres.
Sebagai buktinya, ia mengatakan, ada empat partai politik pada Pemilu 2019, tidak bisa mengajukan capres sendiri.
“Secara post factum itu ada empat partai politik yang kehilangan hak konstitusionalnya, untuk bisa mengusung atau mengajukan calon presidennya. Yaitu PSI, Garuda, kemudian Berkarya, dan kemudian Perindo. Partai ini tidak bisa mengusung calon karena dia tidak punya suara atau kursi pada pemilu sebelumnya, 2014,” jelas Refly.
Bahkan, hal yang sama juga akan terjadi pada Pilpres 2024. Di mana, terdapat partai-partai baru yang kemungkinan tidak bisa mencalonkan sendiri capres dari partainya.
Hal itu, terjadi karena PT Pilpres yang diatur di dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu menetapkan besaran dukungan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR partai politik. Atau, memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
“Ada partai baru, contoh misalnya Gelora. Dia tidak akan bisa mencalonkan Presiden. Tapi kan kalau pendukung bisa,” ujarnya.
Sedangkan argumentasi non konstutusional, lanjutnya, aturan PT menciptakan kerusakan yang luar biasa. Di mana, kontestasi Pilpres yang hanya diikuti dua pasangan calon menghasilkan perpecahan di masyarakat. “Kalau kita lihat dengan hati yang jujur, apa sih legitimasi untuk mempertahankan presidential threshold? Enggak jelas,” ujarnya.
Karena itu, menurut Refli, Presidential threshold itu bertentangan dengan konsitutisi.
Dalam sidang perdana ini, Refli mengajukan tiga point petitum, yaitu agar hakim KM mengabulkan permohonan yang diajukan tersebut untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan pasal tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Ketiga, mengharapkan keputusan yang seadil-adilnya.