DEMOKRASI.CO.ID - Anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie menilai pemerintah pasti sudah memperhitungkan berbagai kemungkinan sehingga kukuh menginginkan hadirnya UU Cipta Kerja.
Jimly juga yakin pemerintah sudah mengantisipasi demonstrasi buruh dalam bentuk mogok nasional yang direncanakan berlangsung hingga 8 Oktober 2020.
Jimy sependapat bahwa aksi mogok nasional buruh bisa memperparah kondisi ekonomi yang sudah terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Tetapi, lanjut Jimly, itu semua pasti sudah dipikirkan pemerintah. “Ya (ekonomi) semakin parah. Tetapi saya kira pemerintah mengambil sikap ini kan sudah dihitung, sekalian saja mumpung masih covid. Ini kan demonya tidak akan lama, karena semua orang butuh kerja,” kata Prof Jimly saat berbincang dengan jpnn.com, Rabu (6/10).
Dia menilai, dalam menghadirkan UU Cipta Kerja ini pemerintah melawan penolakan dari sebagian masyarakat, baik buruh, aktivis lingkungan maupun pegiat hak asasi manusia (HAM).
“Kehendak rakyat itu dilawan karena pemerintah tidak ada lagi keinginan untuk merebut simpati,” ucap ketua pertama Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Apalagi, kata tokoh asal Sumatera Selatan ini, survei menunjukkan simpati rakyat terhadap pemerintahan Presiden Jokowi masih tinggi.Walaupun survei itu bisa macam-macam metodenya. Namun setidaknya hasil survei bisa menjadi alat mengambil keputusan.
“Iya (bikin percaya diri). Jadi, mumpung lagi terpuruk, sekalian. Tetapi sesudahnya, diharapkan berguna UU ini,” tukas Prof Jimly.
Dia juga mengatakan penolakan terhadap hadirnya UU Cipta Kerja dari berbagai elemen masyarakat terjadi karena perspektifnya dan sudut pandangnya berbeda antara penolak dengan pemerintah dan DPR.Walaupun hadir UU ini juga bisa dilihat dari sisi yang lain. Misalnya kalau untuk menarik investasi, dia bertanya-tanya investor mana yang mau datang ke Indonesia setelah pandemi COVID-19 berlalu.
“Investor mana yang mau masuk sesudah Covid ini? Apalagi perang dunia terjadi. Investor mana gitu lho? Semua orang akan mendeglobalisasi kehidupan bernegara. Di seluruh dunia itu akan mengalami deglobalisasi,” jelasnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) ini menyebutkan bahwa perekonomian semua negara berantakan selama 2020, maka pada 2021 semuanya sibuk menata ekonomi domestik masing-masing.
“Maka, investor yang dapat untung dari UU ini ya investor yang sudah ada di dalam negeri sendiri. Sebenarnya, enggak akan ada dampaknya, manfaat ke ekonomi yang seperti dibayangkan sebelum covid, karena RUU ini dirancang sebelum Covid. Begitu lho,” tambah Prof Jimly.
Apalagi menurut dia, sesudah Covid-19 berlalu, akan ada persoalan-persoalan baru.
Sehingga tidak ada jaminan aturan yang ada di UU Ciptaker efektif sebagai payung hukum untuk merespons perubahan-perubahan tatanan baru setelah pandemi.
“Belum ada jaminan lho. Bahwa ini akan berguna bagi investor yang sudah ada, sudah masuk di dalam negeri, iya. Jadi, dampak manfaatnya enggak besar sebetulnya. Malah sesudah covid, itu akan muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang belum dimasukkan di dalam UU ini, belum,” pungkasnya.