DEMOKRASI.CO.ID - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan penyidik menunda pemeriksaan terhadap Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI, Ahmad Yani.
Namun, Awi belum mengetahui kapan pemeriksaan dilakukan terhadap Yani. Pemanggilan terhadap Petinggi KAMI tentu tergantung dari penyidik karena Yani sebagai saksi.
“Tentunya kembali (diperiksa) nanti peluangnya tergantung penyidik, dibutuhkan atau tidak kan dia saksi,” katanya di Mabes Polri, Senin, 26 Oktober 2020.
Menurut dia, penyidik belum memeriksa Yani karena masih fokus melakukan penyidikan terhadap para tersangka. “Penyidik kemarin konsentrasi terkait dengan konstruksi hukumnya sehingga ditunda,” ujarnya.
Presidium KAMI Gatot Nurmantyo sebelumnya mengungkapkan ada 20 orang lebih yang mengaku polisi mendatangi kediaman Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani pada Senin malam, 19 Oktober 2020.
Menurut Gatot, polisi dari unit Bareskrim Polri itu datang dengan membawa surat perintah penangkapan.
“Karena beliau seorang lawyer maka ditanya. ‘Datang membawa surat perintah untuk menahan Anda. Ditanya salah saya apa? Enggak bisa jawab. Pasalnya apa? Enggak bisa jawab. Panggil pimpinannya!’ Akhirnya pimpinannya datang komunikasi dengan pemeriksa di Bareskrim,” kata Gatot Nurmantyo di ILC tvOne, Selasa malam, 20 Oktober 2020.
Pimpinan anggota polisi yang di rumah Ahmad Yani itu lantas menyampaikan bahwa Yani disangka terkait dengan video pernyataan KAMI yang diambil oleh salah satu aktivis KAMI yang sudah menjadi tersangka dan ditahan, Anton Permana.
“Maka dia jawab kalau ini sebagai pengembangan kasus harusnya saya sebagai saksi, saya tidak mau berangkat. Alhamdulillah petugas polisi profesional, setelah diskusi mereka kembali,” kata Gatot.
Sejumlah anggota hingga pentolan KAMI diamankan Polri terkait kerusuhan unjuk rasa tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di Jakarta dan Medan, Sumatera Utara. Di antaranya Khairi Amri, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat (JH), Anton Permana (AP), Juliana (JG), Novita Zahara (NZ), Wahyu Rasasi Putri (WRP), Kingkin Anida (KA) dan Deddy Wahyudi.
Jumhur Hidayat dan Anton Permana dijerat Pasal 28 Ayat (2), Pasal 45a Ayat (2) UU ITE dan Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 dan Pasal 207 KUHP dengan ancamannya 10 tahun.
Syahganda Nainggolan dijerat Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP dan/atau Pasal 45a Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang UU ITE.