DEMOKRASI.CO.ID - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta lembaga negara tidak melakukan tafsir yang keliru dan parsial atas isu-isu krusial UU Cipta Kerja, terutama pada klaster Ketenagakerjaan.
Mufida meminta pimpinan DPR dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) transparan dalam memaparkan isi RUU Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU. Hal ini penting agar publik bisa mendapatkan akses yang lengkap dan utuh terhadap isu-isu krusial di UU Cipta Kerja sesuai apa adanya sehingga tidak menimbulkan multitafsir yang menyesatkan.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyebut berbagai lembaga negara yang melakukan tafsir atas UU Ciptaker secara keliru dan parsial, memungkinkan terjadinya pemahaman yang salah terhadap poin-poin penting dan krusial dalam UU Cipta Kerja terutama pada klaster ketenagakerjaan.
“Pengesahan UU yang sangat cepat oleh DPR tetap dilakukan walau dua fraksi menolak. FPKS menolak dengan tegas karena menganggap banyak prosedur pembahasan yang tidak wajar dan mengabaikan hak-hak masyarakat pekerja,” ujar Mufida kepada wartawan, Kamis (8/10).
Mufida juga mempertanyakan kenapa bahan UU Cipta Kerja yang sudah disahkan tidak segera dibagikan kepada anggota DPR dan publik. “Jadi kenapa bahan UU Ciptaker yang sudah disahkan tidak juga dibagikan,” katanya.
Saat ini juga lembaga negara melakukan tafsir atas beberapa isu krusial dalam UU Cipta Kerja utamanya di Klaster ketenagakerjaan. Sementara masyarakat tidak bisa mengakses salinan UU Ciptaker yang sudah ketok palu.
“Sehingga masyarakat tidak bisa mendapatkan pijakan informasi yang benar,” katanya.
Mufida melihat perbincangan terhadap isu-isu krusial pada UU Cipta Kerja saling berkembang dengan tafsir masing-masing. Beberapa lembaga negara seperti kementerian beberapa lembaga yang harusnya netral dan tidak berwenang ikut melakukan kampanye atas tafsir isi UU Ciptaker yang sampai detik ini (8 Oktober 2020-red) belum bisa didapatkan oleh anggota DPR.
Lebih lanjut, Mufida juga menyayangkan sikap pemerintah dan Pimpinan DPR yang tetap memaksakan pengesahan UU Cipta Kerja pada paripurna 5 Oktober lalu di tengah penolakan sangat banyak komponan masyarakat, ormas besar, sebagian besar rakyat dan di tengah pandemi yang sedang berat saat ini. “Rakyat benar-benar dikorbankan,” ungkapnya
Sebelumnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Kerja sudah disahkan menjadi UU oleh para anggota dewan pada rapat paripurna Senin (5/10).
Dari pengesahan tersebut setidaknya ada dua fraksi yang melakukan penolakan Omnibus Law disahkan menjadi UU. Itu adalah Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Selain itu elemen buruh juga menolak pengesaha UU Omnibus Law tentang Cipta Kerja tersebut. Sebagai bentuk penolakannya, buruh melakukan mogok kerja nasional tertanggal dari 6-8 Oktober 2020.