DEMOKRASI.CO.ID - Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengakui dalam Undang-Undang Cipta Kerja terdapat pengurangan jam kerja istirahat.
Hal ini dikatakannya sebagai bentuk perubahan di dalam Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berada di dalam RUU Cipta Kerja.
Ida merinci, perubahan pertama berada pada aspek waktu kerja. Dalam undang-undang sebelumnya diatur bahwa waktu kerja rigid adalah tujuh jam per hari, dan 40 jam untuk enam hari kerja atau delapan jam per hari dan 40 jam untuk lima hari kerja.
"Mengenai ketentuan waktu kerja dan istirahat, ini banyak sekali terjadi distorsi," kata Ida dalam telekonferensi, Rabu, 7 Oktober 2020.
"Namun hal ini tetap diatur sebagaimana Undang-Undang Nomor 13/2003, dan menambah ketentuan baru mengenai ketentuan waktu kerja dan istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu," ujarnya.
Ida menjelaskan, aturan ini bertujuan agar bisa melindungi pekerja dan buruh. Dia menilai, pemotongan jam istirahat ini tidak berlaku kepada semua jenis pekerjaan.
Karena hanya beberapa jenis pekerjaan saja yang akan mendapatkan pengurangan jam kerja, dikarenakan sejumlah aspeknya sudah digantikan oleh teknologi.
"Ini buat perlindungan pekerja atau buruh pada bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu, yang di era ekonomi digital saat ini berkembang sangat dinamis," kata Ida.
"Jadi tujuannya agar bisa benar-benar mengakomodasi kondisi tenaga kerja, akibat adanya perkembangan cepat di ranah ekonomi digital," Ida menambahkan. (ase)