logo
×

Rabu, 07 Oktober 2020

Guru Besar dan Para Dosen Kampus Ternama Tolak Omnibus Law

Guru Besar dan Para Dosen Kampus Ternama Tolak Omnibus Law

 


DEMOKRASI.CO.ID - Para akademisi yang terdiri dari guru besar, dekan dan ratusan dosen dari puluhan perguruan tinggi menyatakan sikap menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang telah diketok oleh DPR, Senin, 5 Oktober 2020.

Guru Besar Hukum Unpad, Susi Dwi Harijanti yang membacakan pernyataan sikap para akademisi tersebut melalui virtual, Rabu, 7 Oktober 2020.

Susi mengatakan, mereka menyatakan sikap penolakan lantaran melihat banyak penyimpangan dalam proses pembahasan hingga isi undang-undang yang disahkan dalam rapat paripurna DPR, Senin, 5 Oktober 2020.

Sejumlah akademisi bidang hukum lainnya yang turut menolak UU Ciptaker seperti Guru Besar Hukum UGM Eddy Hiariej, Maria Sri Wulan Sumardjono dan Zainal Arifin Mochtar.

Berikut pernyataan sikap para akademisi lintas perguruan tinggi tersebut sebagaimana dibacakan Susi Dwi Harijanti:

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Selamat sore, salam sejahtera dan salam sehat untuk seluruh peserta webinar pada sore hari ini.

Pertemuan yang kita adakan pada sore hari ini pada dasarnya adalah pertemuan, sebuah forum untuk memperlihatkan sebagian dari tanggung jawab kaum akademik atau kaum intelektual.

Oleh karena itu, izinkan saya pada sore hari ini mewakili teman-teman yang sudah menandatangani pernyataan sikap untuk membacakan di hadapan para guru besar yang saya hormati, para doktor, kemudian juga saudara-saudara mahasiswa atau pun juga peserta webinar yang lainnya.

Pengesahan undang Undang Cipta Kerja pada tanggal 5 Oktober 2020 yang dilaksanakan pada tengah malam sungguh mengejutkan kita semua.

Sebuah pekerjaan politik yang dilakukan pada waktu tengah malam seringkali berdekatan dengan penyimpangan. Tetapi juga pengesahan pada tengah malam menjungkirbalikkan perspektif publik terhadap gambaran kinerja DPR dan pemerintah, terhadap pembentukan peraturan atau pembentukan undang-undang.

Biasanya DPR dan pemerintah lamban dalam membuat undang-undang. Bahkan undang-undang yang jelas-jelas dibutuhkan oleh rakyat malah ditunda pembahasannya.

Kenapa undang-undang cipta kerja yang prosedur dan materi muatannya sebagaimana tadi telah disampaikan banyak bermasalah harus terburu-buru disahkan bahkan sampai menyita waktu istirahat para anggota dewan dan menteri-menteri yang terhormat.

Begitu banyak telaah ilmiah yang mengkritik kehadiran undang-undang cipta kerja, tapi pembuat undang-undang bergeming.

Lalu dianggap apa sesungguhnya partisipasi publik yang harus diadakan menurut pasal 96 undang-undang nomor 12 Tahun 2011 juncto undang-undang nomor 15 tahun 2019 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan?

Apakah memang tidak ingin mendengar suara kami, suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan di negeri ini?

Untuk siapa sebetulnya undang-undang Cipta Kerja ini jika rakyat tidak didengarkan? Padahal undang-undang itu adalah cara rakyat untuk menentukan bagaimana cara negara diatur dan bagaimana cara negara diselenggarakan.

Undang-undang cipta kerja ini, sebagaimana tadi sudah disampaikan, bahkan seringkali, bahkan melanggar nilai-nilai konstitusi yang ada dalam undang-undang Dasar 1945. Contohnya pasal 18 ayat 5 undang-undang Dasar 1945 menyatakan pemerintah daerah dijalankan dengan otonomi seluas-luasnya kecuali terhadap kewenangan yang ditentukan sebagai kewenangan pusat.

Ternyata Undang Undang Cipta Kerja ini banyak sekali menarik semua kewenangan ke pusat dengan ratusan peraturan pemerintah yang menjadi turunan undang-undang ini.

Peran pemerintah daerah dengan demikian seakan-akan dikerdilkan. Jakarta menjadi terlalu kuat. Bahkan pendapatan asli daerah bisa berkurang karena undang-undang inisiatif dari pemerintah.

Hak-hak buruh pun bagaimana kita lihat kemarin demonstrasi terjadi besar-besaran, seakan-akan diambil alih dengan menyerahkan melalui peraturan perusahaan.

Bagaimana relasi buruh dan perusahaan dapat adil jika buruh diwajibkan mematuhi aturan perusahaan yang dibentuk oleh perusahaannya?

Jangankan hak manusia, hak lingkungan hidup pun diabaikan.

Pak Presiden, Bapak menteri, para anggota DPR yang terhormat, serta semua tim yang terlibat dalam pembentukan undang-undang cipta kerja, ini adalah keberatan yang disampaikan oleh kami, para rakyat Indonesia, terutama dari kaum akademisi yang berasal dari berbagai Universitas sebgaimana tadi sudah saya sampaikan, forum yang ada pada sore hari ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab kaum intelektual.

Kami berharap agar bapak-bapak, ibu-ibu yang terhormat, serta saudara-saudara yang lainnya yang terlibat di dalam pembentukan undang-undang Cipta Kerja ini dengan sungguh-sungguh mendengarkan suara keberatan kami. Kami rakyat Indonesia.

Sebelum saya akhiri, saya ingin mengutip pandangan dari Muhammad Hatta. Salah satu Founding Fathers Indonesia yang mengucapkan pidato pada hari sarjana di Universitas Indonesia.

Pada saat itu Bung Hatta mengatakan:

Karena semua dipandang mudah dengan semangat avonturir mengalahkan rasa tanggung jawab, timbul lah anarki dalam politik dan ekonomi serta penghidupan sosial. Dengan akibatnya yang tidak dapat dielakkan yaitu korupsi dan demoralisasi. Muhammad Hatta, tanggung jawab moral intelegensia.

Pak Jokowi, Bapak-bapak menteri, ibu-ibu anggota dewan yang terhormat, salam hormat dan salam sayang dari kami semua, karena kami tidak menginginkan Indonesia bergerak ke arah negara di mana demoralisasi dan korupsi itu terjadi secara meluas akibat dibuatnya dan disetujuinya Undang Undang Cipta Kerja.

Para guru besar, perwakilan dosen, perwakilan dekan, dari berbagai Universitas.

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh".

Artikel Asli

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: