DEMOKRASI.CO.ID - Partai Demokrat menolak RUU Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) karena tidak memiliki urgensi di tengah pandemi Covid-19, cacat substansi dan cacat prosedur.
Perwakilan fraksi Demokrat, Hinca Panjaitam menilai banyak hal yang harus dibahas secara mendalam dan komprehensif. Ia meminta agar pembahasan juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang berkaitan.
"Berdasarkan itu maka kami izinkan partai demokrat menyatakan menolak RUU Ciptaker ini. Kita tidak perlu terburu-buru. Ini penting agar produk yang dihasilkan dari RUU Ciptaker tidak berat sebelah, berkeadilan sosial, serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang sebenarnya," kata Hinca dalam Raker Pengambilan Keputusan Tingkat I, Sabtu (3/10).
Hingga berita ini diturunkan pukul 10.32 WIB, Raker Tingkat I masih berlangsung dengan fraksi-fraksi menyampaikan pandangan. Tercatat, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Nasdem menerima penetapan RUU Ciptaker, sementara Demokrat dan PKS menolak.
Hinca mengatakan seharusnya pemerintah fokus ke penanganan Covid-19, khususnya untuk menyelamatkan jiwa manusia dan memutus mata rantai Covid-19.
"RUU Ciptaker ini tidak memiliki urgensi tengah pandemi Covid-19. Sebagaimana yang kami sampaikan dari awal, prioritas masyarakat harus fokus ke penanganan Covid-19 serta memulihkan ekonomi rakyat," ujar Hinca.
Lihat juga: RUU Ciptaker Hampir Rampung, DPR Rapat di Akhir Pekan Lagi
Hinca mengatakan masalah ketenagakerjaan bukanlah sebuah masalah utama uang menghalangi masuknya investasi asing. Survei World Economic Forum 2017 mengatakan ada 16 masalah menjalankan bisnis di Indonesia.
"Tiga faktor utama adalah korupsi, birokrasi yang tidak efisien dan akses keuangan. Masalah ketenagakerjaan ada di peringkat 13. Dengan demikian RUU Ciptaker ini tidak memiliki relevansi signifikan," ujar Hinca.
Hinca beranggapan RUU Ciptaker juga cacat prosedur. Sebab pembahasan ini tidak banyak melibatkan banyak pemangku kebijakan sehingga pembahasan dianggap tidak akuntabel dan transparan.
"Menurut kami ini cacat prosedur. Proses pembahasan hal-hal krusial dalam Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel. Pembahasan UU Ciptaker ini tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society," kata Hinca.