logo
×

Senin, 05 Oktober 2020

Catat! RUU Cipta Kerja Bolehkan Karyawan Nikahi Teman Sekantor

Catat! RUU Cipta Kerja Bolehkan Karyawan Nikahi Teman Sekantor

 


DEMOKRASI.CO.ID - RUU Omnibus Law Cipta Kerja segera disahkan DPR. Terdapat beberapa pasal yang krusial dalam aturan tersebut seperti soal ketenagakerjaan, salah satunya soal hak karyawan menikah dengan teman satu kantor.

Larangan pernikahan teman satu kantor awalnya diatur dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan. Pasal itu berbunyi:

Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Aturan itu kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh 8 buruh, yaitu Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputro, Airtas Asnawi, Syaiful, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus, dan Yekti Kurniasih. Hasilnya, MK menghapus klausul syarat di atas.

Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan menjadi berbunyi:

Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.

Dalam pertimbangan, MK menyatakan, pertalian darah atau perkawinan adalah takdir, hal yang tak dapat dielakkan. Selain itu, dengan adanya perkawinan, tidak ada hak orang lain yang terganggu.

Nah, dalam draf RUU Cipta Kerja yang didapat detikcom, Senin (5/10/2020), pasal yang dirujuk adalah materi muatan yang diputus MK. Draf RUU Cipta Kerja Pasal 153 ayat 1 huruf f berbunyi:

Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.

Selain dilarang mem-PHK karyawan yang menikah satu kantor, berikut larangan PHK lainnya:

  1. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
  2. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  4. Menikah;
  5. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
  6. Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan;
  7. Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
  8. Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
  9. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
  10. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Artikel Asli

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: