DEMOKRASI.CO.ID - Dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja, aturan mengenai penanaman modal direvisi. Salah satunya, UU itu memperbolehkan swasta, termasuk pihak asing, untuk masuk menggarap industri pertahanan di Indonesia.
Hal itu sejalan dengan dihapusnya aturan yang menyebutkan industri pertahanan masuk ke dalam daftar negatif investasi. Aturan itu pada awalnya tercantum dalam UU 25 tahun 2007 pasal 12 dan direvisi dalam Omnibus Law.
Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan alasan di balik diizinkannya pihak swasta untuk menggarap industri pertahanan. Menurutnya, saat ini industri pertahanan perlu bergeser modelnya menjadi investasi. Di sisi lain, tujuan utama membuka pintu investasi swasta ke industri pertahanan adalah untuk transfer teknologi.
Di sisi lain dia menegaskan kontrol ketat tetap dilakukan pemerintah kepada para calon investor swasta yang mau masuk ke industri pertahanan di Indonesia.
Kepada detikcom, Trenggono mengupas tuntas soal kebijakan swasta bisa menggarap industri pertahanan. Dia juga sempat bicara soal rencana menggarap food estate singkong di Kalimantan Tengah. Berikut ini wawancara lengkapnya:
Dalam UU Omnibus Law, swasta termasuk pihak asing boleh melakukan investasi di industri pertahanan. Apa benar demikian, penjelasannya seperti apa?
Jadi memang begini, pada dasarnya di HUT TNI kemarin Pak Presiden mengatakan pertahanan kini bisa bergeser dari biaya jadi investasi. Nggak perlu khawatir kalau investornya itu orang asing, ataupun syukur-syukur bisa orang Indonesia sendiri, bangsa Indonesia sendiri. Untuk melakukan itu nggak semuanya harus dilakukan negara, karena kan pada dasarnya seluruh komponen warga negara juga harus pikirkan ketahanan negara juga.
Kalau kemudian itu dilakukan oleh pihak swasta sekarang itu sah-sah saja, toh kontrolnya tetap di pemerintah. Misalnya perusahaan A mau bikin senjata, begitu kita mau berikan izin, kan itu ada persyaratan. Dalam UU Omnibus Law yang baru ini, soal industri pertahanan itu dikatakan bahwa swasta boleh masuk, 100% boleh masuk, artinya tidak harus pemerintah, tidak BUMN saja, katakanlah begitu.
Namun, perizinan dan kontrolnya tetap di pemerintah, yang menyelenggarakan adalah Kementerian Pertahanan. Itu nanti turunannya Kementerian Pertahanan bakal buat kriteria-kriteria.
Misalnya, si swasta masuk mau buat senjata, desainnya gimana, registrasinya seperti apa. Contoh ya ini, misalnya mau bikin senjata laras panjang, sniper lah gitu. Itu kan harus didata, misalnya dia mau buat numbering-nya, numbering code-nya, dia kan harus minta Kemenhan. Itu contoh teknis, menjadi bagian kontrol. Jadi kalau ada senjata berkeliaran tidak pada tempatnya, dicek itu numbering-nya.
Pada intinya adalah investasi swasta ini akan jadi bagus karena secara ekonomi berkembang. Kan di negara lain juga sama, misalnya Lockheed Martin, kan bukan negara itu, bukan BUMN mereka itu swasta. Bell yang bikin heli militer itu swasta juga bukan negara. Tapi research-nya itu ada di Minister of Defense-nya Amerika. Jadi sebagai investor, dia sebagai defense contractor, ya bisa saja kan.
Jadi jangan kalau senjata pertahanan sangat penting, makanya nggak boleh lagi investasi. Buktinya sekarang apakah di BUMN-BUMN pertahanan sudah semaju di luar dan negara lain. Kita masih ketinggalan. Dengan swasta masuk bisa bersaing dengan baik, bisa ada kemajuan juga.
Jadi untuk investor swasta ini bisa nasional, bisa juga pihak asing?
Iya, sah-sah saja. Tapi bukan asing bisa masuk industri pertahanan, sekarang gini, yang bikin pesawat tempur siapa di sini, Indonesia bisa nggak bikin pesawat tempur?
Nah sekarang apa masalahnya? Kalau dia dari asing bisa masuk bikin pesawat tempur di sini, bagus nggak? Jadi apa persoalannya, misalnya F35, Indonesia belum mampu bikin, semua di Amerika. Kan kalau bisa itu dibikin di PTDI kan bagus juga.
Jadi jangan lihat konotasi asing masuk, lihatlah konteksnya apa? Investasi. Kan kalau dia masuk juga mesti izin juga. Kami kalau dia sensitif, atau bagaimana, ya bisa aja nggak dikasih izin. Jadi walaupun bisa dijalankan pihak swasta, proses kontrol dan perizinannya ada di Kemenhan.
Kalau contoh pengawasannya sendiri seperti apa dari Kementerian Pertahanan untuk investor swasta yang mau masuk industri pertahanan?
Misalnya ada mau masuk pesawat, kita lihat dulu buat kepentingan apa? Kan bisa juga kepentingan lain juga dong. Tentu dari sisi desain dan segalanya karena dia dibuat di sini kita bisa kontrol, misal tenaga kerjanya wajib tenaga kerja kita. Teknologinya dia bawa kemari, tenaga kerjanya dari kita, kan ada nilai manfaat juga di situ.
Kalau pihak swasta, khususnya pihak asing, masuk ke industri pertahanan, apakah kedaulatan negara bisa terancam?
Gini deh, coba lihat senjata yang ada di kita sekarang, ada nggak selama ini yang dari luar negeri? Ada kan. Selama ini nggak kenapa-kenapa kan kita. Nilai manfaatnya ini lebih tinggi nggak dari mudharatnya kok. Lah wong kita selama ini masih beli juga kok dari luar, tapi kan kedaulatan kita nggak dikontrol sama mereka.
Jadi melihatnya saya pikir harusnya gini, bahwa di situ ada transfer knowledge, transfer teknologi, dan investasi di dalamnya justru bisa bikin negara kita makin kuat di kemudian hari. Di situ ada blending, jadi pemerintah sedemikian rupa kalau memang swasta mau melakukan itu punya kemampuan itu. Tujuan kita adalah putra putri terbaik Indonesia bisa melakukan itu semua. Kita berikan ruang di sini, jadi itu esensinya kenapa swasta boleh masuk. Jadi jangan lihat asingnya aja yang mau masuk, kita lihat keuntungannya lah.
Kalau ternyata justru lebih banyak swasta asing yang masuk ke dalam industri pertahanan bagaimana?
Kan kembali lagi saya bilang, kalau mau masuk, tetap kita yang izinkan, makanya kita bakal kasih syarat dong yang ketat. Misalnya kita minta kamu gunakan 100% engineer Indonesia, kemudian marketnya kamu itu bukan market buat kita aja tapi juga ekspor, kan bisa begitu.
Bila dilihat kondisi saat ini, apakah investasi dalam industri pertahanan sangat darurat dibutuhkan?
Kalau industri pertahanan menurut pandangan saya ini kan basic seluruh industri, handphone aja diawali dari kepentingan pertahanan kan. Itu diciptakan dari kebutuhan militer Amerika, sampai akhirnya dikomersilkan. Makanya justru ini akan jadi kemaslahatan manusia. Nah industri pertahanan pasti akan riset, nah di sini yang dibutuhkan. Kalau assembling aja bukan industri pertahanan namanya.
Jadi pentingnya itu tadi di situ, know how, knowledge-nya ini kita belum sampai, maka butuh lah kita orang lain, orang yang bisa bawa konteks bisnis, konteks riset juga. Jadi kita bisa belajar bersama, itu di-blending jadi satu. Makanya kita bisa punya kemampuan.
Pada industri pertahanan, sektor apa yang paling membutuhkan investasi?
Paling esensial sekarang menurut saya adalah di bidang food dan bidang kesehatan. Jadi pertahanan itu jangan lagi dilihat cuma melulu bangun alutsista. Bicara juga makanan, misalnya riset suatu tumbuhan yang hidup di negara climate tropis kemudian dia memancarkan energi maksimum, nah itu ketahanan.
Nah, kita terus terang saja dalam konteks dari luar kita butuh riset tentang itu. Kalau alutsista itu mudah lah bikin senjata, misalnya senjata lebih ringan dengan teknologi dan material tertentu itu biasa saja, tapi boleh juga. Kalau itu bisa dilakukan di sini dengan investasi baik dari dalam dan luar negeri, kalau itu bisa dilakukan kan negara lain bisa saja mau menggunakan.
Namun itu kan senjata ketahanan fisik. Tapi ketahanan manusianya juga penting. Contohnya obat-obatan, 95% bahan baku obat kita impor, kalau bisa dibuat dalam negeri itu kedaulatan ketahanan juga. Jadi definisi industri pertahanan sekarang harus luas, jangan cuma pertahanan dalam senjata saja.
Jadi kita misalnya punya PTDI, kita bikin pesawat dari dulu CN235 saja, CN235 aja dari dulu nggak bisa-bisa komersil lho. Coba bayangkan kalau dia bisa transformasi jadi pesawat antar pulau, maka ATR72 itu nggak mesti berkeliaran lagi di langit kita, itu ketahanan juga. Bisa buat transportasi nggak cuma tempur aja. Itu kan pesawat angkut militer yang mesti dimodifikasi jadi pesawat komersil, tapi nggak berkembang. Kalau jarak pendek kan naiknya ATR-72, kan itu dari luar juga produksinya.
Bila dilihat kapasitasnya, seberapa besar produksi industri pertahanan dalam negeri yang saat ini digunakan negara?
Sebenarnya banyak produk dalam negeri, gini deh yang dibuat dalam negeri itu, senjata ringan dibuat Pindad, itu namanya SS1 dan SS2. Itu seluruh produksi Pindad digunakan sama kita. Jenisnya itu aja. Ada juga tank Anoa. Nah selama ini produksi ada, tapi bahan bakunya impor.
Terus ada juga kendaraan taktis dan tempur bisa diproduksi tapi masih impor. Nah di mana itu kalau keahlian bisa dibawa dengan investasi ke sini, maka bahan bakunya itu di Indonesia bisa dipenuhi.
Saat ini produk dalam negeri apa saja yang rencananya mau dibeli dan digunakan pemerintah, terakhir kan Maung dari Pindad?
Iya itu kan kendaraan operasional, misalnya untuk komandan kodim, komandan koramil, itu namanya Maung. Itu mesinnya dari Toyota yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan si Maung ini. Tapi, sampai sekarang ya belum jadi. Baru itu saja yang lagi dia buat. Sama satu lagi ada Anoa, terus senjata ada dua SS1 dan SS2. Apa yang diproduksi Pindad kita beli semua, tentu juga sesuai dengan kebutuhan. Dari BUMN lain pun juga begitu.
Kalau dari luar negeri, ada lagi nggak alutsista yang mau dibeli pemerintah?
Alutsista luar negeri ini kita masih dalam kajian semua lah, pak Menhan pun sedang keliling dalam rangka diplomasi pertahanan, melihat mana yang cocok sama pemerintah Indonesia. Bahwa kita mau beli apa, belum bisa ditentukan. Kita kaji lah semua, kita kaji yang cocok sama negara kepulauan kayak kita begini. Jadi bukan berarti lho ya setiap kita keluar negeri, artinya mau beli sesuatu. Kalau tawaran, seluruh dunia juga kasih tawaran, tapi kan apa yang kita perlukan ya mesti dikaji.
Beralih ke rencana food estate, kenapa Pak Menhan Prabowo Subianto menyebut food estate singkong cuma back up?
Jadi gini, saya sebutkan tadi soal makan itu kedaulatan juga, ketahanan pangan kita itu kuat berapa lama, kalau terjadi bencana panjang, perang panjang bisa kuat berapa lama. Misal gini deh sekarang pandemi, kita aja susah impor, karena negara-negara yang memproduksi makanan juga mereka memilih untuk memenuhi kepentingan diri sendiri.
Itu lah yang mendasari kita bahwa kedaulatan pangan jadi bagian penting yang harus disiapkan, makanya Kementerian Pertahan mendesain supaya negara siapkan cadangan pangan buat generasi yang akan datang. Jangan sampai lahan-lahan yang seharusnya untuk pangan, jadi berubah fungsi tumbuhan industri, jadi kita mesti punya back up. Mesti ada cadangan, jadi nggak tergantung negara lain. Basic-nya begitu.
Kenapa harus bangun singkong juga, kan sudah ada padi dari Kementerian Pertanian?
Pada dasarnya kita kan butuh karbohidrat, asalnya kan dari padi, umbi-umbian, kemudian sagu, jagung. Indonesia yang ditanam masyarakat kan padi. Tapi banyak komoditi lain belum disentuh, kalau semua padi butuh effort besar, karena dia butuh bendungan, irigasi, jenis tanahnya khusus. Sementara yang lain alternatifnya banyak, yang semuanya tanaman utama belum tersentuh. Nah itu lah yang penting buat cadangan.
Makanya kita ambil yang paling efisien yang paling mudah, tapi penting. Apa itu? Ya singkong, kita fokusnya ke situ. Sementara itu, Kementerian Pertanian ya sesuai dengan tupoksinya untuk tanaman rakyat, makanya kan yang umum padi, konsepnya rakyat. Kalau yang di kita konsepnya cadangan, jadi negara yang memiliki lahan buat cadangan.
Nah kenapa singkong? Karena kita bisa modifikasi jadi turunan tepung. Turunannya itu bisa dibikin mie, roti, dan sebagainya. Apalagi gini, impor tepung kita itu US$ 3 miliar setahun, Rp 45 triliunan. Nah itu yang nikmati siapa? Produsen gandum. Kan asing semua itu gandum, karena nggak tumbuh di Indonesia. Nah gantinya ini tepung umbi-umbian, supaya kita juga bisa tekan impor. Nah itu lah kedaulatan pangan.
Apa saja yang mau dibuat di food estate?
Sebanyak mungkin kita akan bikin kebunnya. Kita mau bikin cadangan makanan kita, kalau ada lahan sejuta hektar dua juta hektar kita bikin. Fasilitas pengolahan juga akan dibikin. Semua akan dibikin di sana. Akan menarik tenaga kerja lokal juga, pokoknya ini juga akan gerakkan ekonomi.
Progress-nya sendiri sudah sampai mana sekarang, apakah lahan sudah ada dan sudah mulai proses penggarapannya?
Kalau lahannya ada, kita tinggal jalan, masalahnya ini kan lahannya belum ada. Masih diproses. Kalau ada lahannya mah dari kemarin juga bisa saja kita mulai. Tergantung lembaga lain aja kita, tergantung pemerintah daerah juga, mana lahan yang kosong dan bisa digarap. Semua proses aja, cuma sampai hari ini belum ada lahannya.
Kalau bicara target, kita pengin 1 juta hektar, nggak bisa tapi kita targetkan tahun. Lahannya aja ini susah, ini saja sudah 6 bulan ini lahannya belum dapat-dapat. Kapan atau di tahun berapa sampainya ya wallahualam, kalau bisa sampai 2-3 tahun ya alhamdulillah. Pada prinsipnya kami sudah siap.
Investasinya sendiri berapa banyak, sudah disiapkan?
Kurang lebih investasinya sekitar Rp 30 juta per hektar. Anggaran pokoknya sudah ada dari negara lah, itu aja yang bisa saya sampaikan dulu.