DEMOKRASI.CO.ID - Aktivis dakwah Ustaz Felix Siauw menyentil pemerintah soal radikalisme yang selama ini menjadi pembahasan. Seolah Indonesia saat ini menjadi ancaman serius dengan radikalisme. Apalagi saat ini ada program dai yang bersertifikat dari Kementerian Agama.
Eks pentolan HTI ini menilai, belakangan ini seolah pemerintah menganggap radikalisme merupakan ancaman terbesar bagi Indonesia. Sehingga, kata Felix Siauw, untuk de-radikalisasi saja, dilibatkan 3 sampai 4 Kementerian termasuk di dalamnya Kementerian Agama. Felix menduga, de-radikalisasi hanya modus pemerintah terhadap Islam.
“Sejak awal 2017, di Masjid Gede Kauman Jogja, saya sudah sampaikan, saya curiga program De-Radikalisasi dari penguasa sebenarnya adalah De-Islamisasi.” ucap Felix Siauw dikutip dari akun Instagramnya, Ahad (6/9).
“Kenapa? Sebab semua program De-Radikalisasi ini hanya tertuju kaum Muslim, terutama yang disebut “Barisan 212″, atau Muslim yang selama ini punya pandangan berbeda dengan mereka,” imbuh Felix Siauw.
Dia melanjutkan, penguasa menjadikan radikalisme sebagai threat, ancaman, ketakutan, lalu menjual obat dari radikalisme itu, seolah jadi pahlawan, padahal sangat sarat kepentingan
“Misal, menuduh PTN radikal, membesar-besarkan di media, lalu mengganti rektor, menghapus program kaderisasi Masjid, dan diberikan pada siapapun pendukungnya, agar tak ada kritik,” ucap Felix Siauw.
Felix kemudian menyoal standar Kementerian Agama yang menilai radikalisme lahir dari anak-anak good locking.
“Dalam kasus “Radikalis Good-Looking”, Menag jelas menawarkan solusi, “Agar pengurus masjid itu dari pemerintah”, agar bisa kendalikan aktivitas Masjid. Persis kayak di Cina ya?” katanya.
Dia mengatakan, pada zaman firaun, nabi Musa dianggap orang yang radikal sebab bertentangan dengan rezim Firaun saat itu.
Felix mengatakan, ukuran radikalisme bukan saja di Islam, namum ada banyak seperti perbuatan asusila dan penyimpangan seksual yang mana butuh perhatian pemerintah.
“Jadi radikal ini sepertinya cuma cara untuk membungkam siapapun yang berseberangan dengan penguasa, agar semua diam terhadap kedzaliman,” paparnya.
“Nggak mau taat terserahlah, tapi jangan tuduh yang mau taat itu radikal. Nggak hafidz nggak dosa, gak good looking gapapa. Tapi curigain good-looking yang demen ke masjid. Itu jahad pak, ” sambung Felix.