DEMOKRASI.CO.ID - Sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta, Anies Baswedan bukan sekali dua kali berselisih paham dengan Pemerintah Pusat terkait kebijakan yang dikeluarkan.
Dalam pandangan pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas), Andi Yusran, ada sejumlah faktor yang membuat elite pemerintahan pusat kerap berbeda sikap dalam menyikapi berbagai persoalan di ibukota.
“Pertama karena ada ‘dendam’ masa lalu, yakni masa ketika Anies berkompetisi dengan Ahok dalam Pilkada DKI yang lalu,” ujar Andi Yusran saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (16/9).
Menurut Andi, umumnya elite yang berkuasa saat ini banyak yang berada di kubu Ahok. Sehingga kemenangan Anies dalam kontestasi tersebut telah ‘mencederai’ perasaan dan meruntuhkan ambisi elite seberang dalam menguasai politik ibukota.
Alasan berikutnya, lanjut Andi Yusran, lantaran Anies dipandang sebagai kompetitor terkuat yang dapat menggangu ambisi elite lain dalam kontestasi Pilpres 2024.
“Dalam politik zero sum game, Anies sebagai kompetitor harus dimarjinalkan secara politik,” terangnya.
Selanjutnya, dalam banyak kasus, Andi juga menilai respons dan kebijakan Anies terkadang lebih laju daripada pemerintah pusat.
Hal ini bisa mengganggu trust publik kepada pemerintah pusat atau elite politik. Sebaliknya, justru bisa mendongkrak empati publik kepada Anies.
Kondisi ini membuat sebagian elite berkuasa merasa gerah dengan Anies,” pungkasnya.