DEMOKRASI.CO.ID - Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi disarankan agar kembali belajar soal radikalisme.
Itu menyusul pernyataannya yang menyebut bahwa radikalisme disebarkan di masjid-masjid melalui anak yang menguasai bahasa Arab dan good looking.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzili menilai, pernyataan Menag itu tidak tepat.
“Jangan menggeneralisasi gejala munculnya radikalisme hanya pada suatu gejala tertentu,” ujarnya, Jumat (4/9/2020).
Dengan pemahaman keliru Fachrul Razi, ungkapnya, maka akan membuat kebijakan melawan radikalisme di masyarakat pun jadi keliru.
Ketua DPP Partai Golkar ini menyebut, sudah banyak studi dan kajian dilakukan untuk menelusuri kenapa radikalisme menyebar.
Salah satunya, yang cukup masif adalah, melalui media sosial.
“Sebaiknya Pak Menteri mempelajari dulu secara komprehensif berbagai kajian dan studi tentang bagaimana radikalisme itu menyebar,” saran Ace.
Diakuinya, kemungkinan masuknya paham radikalisme ke masjid di lingkungan kementerian dan BUMN memang ada.
Pasalnya, itu menjadi salah satu cara paling efektif mengubah kebijakan melalui pemerintahan.
Yakni, dengan menguasai masjid di kementerian atau BUMN.
“Karena di sanalah akan mempengaruhi pemahaman keagamaan para ASN dan para pekerja BUMN yang beragama Islam,” jelas politisi asal Banten ini.
Karena itu, Ace juga menyarankan Kemenag menggandeng ormas Islam yang terbukti mumpuni pemahaman agamanya.
Sehingga lebih tepat dalam mengatasi masalah ini.
“Sebaiknya menteri agama bekerja sama dengan organisasi keagamaan yang memang sudah teruji soal pemahamanan keagamaannya yang moderat seperti NU atau Muhammadiyah,” tandas Ace.
Sebelumnya, Menag Fachrul Razi menyebut bahwa paham radikalisme sangat mungkin masuk ke dalam masjid-masjid di lingkungan pemerintahan.
Pernyataan mantan Panglima TNI itu yang disampaikan dalam webinar bertajuk ‘Strategi Menangkal Radikalisme pada Aparatur Sipil Negara’.
Webinar itu sendiri ditayangkan melalui kanal YouTube Kementerian PAN-RB pada Rabu (2/9) kemarin.
Menag lantas menyebut bahwa salah satunya adalah melalui anak good looking, menguasai bahasa Arab dan hafal Al-Qur’an.
“Cara masuk mereka gampang kalau saya lihat polanya. Pertama, dikirimkan seorang anak, ya, yang good looking, penguasaan bahasa arabnya bagus, hafiz,”
“Mulai masuk, ikut-ikut jadi imam, lama-lama orang situ bersimpati, diangkat jadi pengurus masjid.”
“Kemudian mulai masuk temannya dan sebagainya. Mulai masuk ide-ide (radikal) yang tadi saya sampaikan,” tutur Fachrul.