DEMOKRASI.CO.ID - Sorotan tajam publik tengah mengarah pada langkah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menyusun Revisi UU 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI).
Rencana menghadirkan dewan moneter jadi penyebabnya. Dewan moneter berisi anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Dewan ini bertugas membantu pemerintah dan BI dalam merencanakan dan menetapkan kebijakan.
Dewan moneter terdiri dari 5 anggota, yaitu Menteri Keuangan, satu orang menteri yang membidangi perekonomian, Gubernur BI, Deputi Senior BI, serta Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sementara Menteri Keuangan akan bertindak sebagai ketua dewan moneter.
Kehadiran dewan moneter disebut-sebut memiliki agenda terselubung. Salah satunya, mengamputasi kewenangan Bank Indonesia (BI). Di mana langkah ini dianggap mirip dengan kehadiran Perppu 1/2020 yang kini telah menjadi UU 2/2020 atau yang disebut UU Corona.
UU ini dianggap sebagian kalangan telah mengamputasi fungsi budgeting yang dimiliki DPR.
Sejurus itu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengunggah status yang seolah menggambarkan kehadiran RUU BI.
“Setelah berhasil mengamputasi DPR dari "penghilangan" hak budget, kini giliran BI yang akan diamputasi,” tuturnya dalam akun Twitter pribadinya, Selasa (1/9).
Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini pun mengungkapkan kekhawatiran jika pola tersebut terus terjadi. Sebab bukan tidak mungkin yang berikutnya jadi korban amputasi adalah lembaga kehakiman.
“Beginilah praktik oligarki kekuasaan berbasis otoritarian,” demikian Said Didu. (*)