DEMOKRASI.CO.ID - Proses pencalonan hingga pemilihan pemimpin terpilih yang ada di dalam struktural pemerintahan Indonesia, baik pusat maupun daerah sekarang ini disokong oleh cukong alias pemilik modal.
Begitulah yang diungkapkan tokoh bangsa yang juga ekonom senior, Dr. Rizal Ramli usai mengajukan uji materi presidential trasehold, di Kantor Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jumat (4/9).
“Apa yang terjadi begitu seseorang terpilih menjadi pejabat, bupati, gubernur atau yang lebih tinggi? Dia lupa cita-cita buat belain rakyat, dia lupa cita-cita untuk berjuang untuk kepentingan nasional. Mereka malah ngabdi sama cukong-cukongnya,” ujar sosok yang kerab disapa RR ini.
Sebagai buktinya, RR mengaku telah membicarakan kebobrokan proses demokrasi diera Presiden Joko Widodo saat melakukan pertemuan dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebulan setengah lalu.
“Saya bersama teman berkunjung ke Komisi Pemberantasan Korupsi, ketemu dengan dua komisioner dan dua direktur KPK. Saya minta, tolong KPK fokus sama money politic. Karena inilah yang merusak Indonesia skala yang paling besar,” paparnya.
Kala itu, mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini mendapat jawaban teknis dari komisioner KPK, yang membuktikan adanya praktik korupsi di sektor politik.
“Komisioner KPK bilang, ‘Pak Ramli kebetulan seminggu yang lalu kita tangkap Bupati Kutai Timur dan istrinya Ketua DPRD. Dia mau maju jadi bupati lagi dia ngumpulin uang dari cukong Rp 18 miliar, tetapi kerugian negara, karena dia harus kasih konsesi utang tambang macam-macam (sampai) Rp 2 triliun’,” terang RR menirukan jawaban komisioner KPK yang tidak spesifik disebutkan namanya.
Menurut RR, nilai endorsement nyalon pilkada yang diberikan kepada Bupati Kutai Timur tersebut tidak seberapa jika dibandingkan keuntungan yang didapat cukong tersebut melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan para pejabat korup itu.
“Uang sogokan dari cukong cuma 0,8 persen, dia ke Jakarta bawa deposito Rp 18 miliar itu, mau ketemu partai ditangkap sama KPK (Bupati Kutai Barat). Nah hampir semua pemilihan bupati di Indonesia kayak begini, mesti nyetor upeti, yang bayarin cukong. Ya kalau di kota-kota besar itu (timbal baliknya) biasanya hak izin IMB, konsesi utang dan lain-lain,” ungkapnya.
Oleh karena itu, mantan Menko Kemaritiman dan Sumber Daya ini berharap kepada KPK untuk mengusut tuntas persoalan korupsi di sektor politik.
Karena yang memilih sebelumnya cukong-cukong, kemudian cukong membantu biaya survei. Cukongnya membantu buzzer influencer media. Inilah yang saya sebut sebagai demokrasi kriminal. Ini yang membuat indonesia enggak akan pernah menjadi negara hebat kuat adil dan makmur karena pemimpin-pemimpinnya pada dasarnya itu mengabdi sama yang lain,” katanya.
“Saya minta KPK harus fokus hal begini karena harus hentikan ini,” demikian Rizal Ramli berharap.