DEMOKRASI.CO.ID - Ketua DPR RI Puan Maharani dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM).
Pelaporan itu berkaitan dengan pernyataan Puan yang berharap agar Sumatera Barat menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila.
“Melaporkan saudari Puan Maharani yang mana dia Ketua DPR RI pada kesempatan yang lampau telah menghina masyarakat Sumatera Barat,” kata Ketua PPMM, David di Bareskrim Polri, Jumat (4/9).
Puan yang juga Ketua DPP PDIP dilaporkan dengan sejumlah pasal. Salah satunya terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Kita sudah me-review pasal-pasal yang akan kita (laporkan, di antaranya pasal) 310, 311, 27 ayat 3 UU ITE dan pasal 14,15 KUHP nomor 1 tahun 1946. Itu yang akan kita ajukan ke Bareskrim terkait laporan ini,” tutur David.
Namun laporan PPMM ditolak Bareskrim Polri karena dianggap laporan tersebut tidak memenuhi unsur yang disyaratkan.
Menanggapi hal itu, pengamat politik yang juga ahli hukum tata negara, Refly Harun menyatakan kurang setuju dengan langkah PPMM yang melaporkan Puan ke polisi.
Menurut Refly, objek yang bisa dilaporkan dengan pasal pencemaran nama baik adalah benda hidup, yang punya rasa, punya pikiran, dan harus spesifik.
“Jadi kalau misalnya yang tersinggung adalah masyarakat Sumatera Barat, kan realtif sekali,” ucap Refly Harun, Sabtu (5/9).
Meski tidak mendukung Puan, Refly Harun menganggap bahwa pernyataan anak kandung Megawati Soekarnoputri itu hanya pelanggaran etika politik.
“Secara etik, barangkali meminta Puan Maharani minta maaf kepada masyarakat Sumatera Barat. Kalau dia tidak mau minta maaf, ya sudah, berarti itulah kualitas pemimpin kita,” kata Refly.
Dengan meminta maaf, kata Refly, masalah Puan seharusnya selesai. Tapi kalau Puan dilaporkan ke polisi dengan pasal pencemaran nama baik dan penghinaan, itu berlebihan.
“Menurutnya saya terlalu berlebihan. Apalagi mengatakan bahwa yang terhina adalah masyarakat Sumatera Barat, tapi diwakili beberapa gelintir saja atau diwakili oleh satu organisasi saja,” ujar Refly.
Refly berharap pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak selalu mengedepankan pendekatan pidana. Sebab, lapor-melapor ke polisi itu sangat tidak bisa produktif.
“Saya termasuk orang yang tidak terlalu merasa suka kalau ada lapor melapor begini, karena itu potensial merusak demokrasi kita. Ini kan kebebasan berpendapat,” tandas Refly Harun.