DEMOKRASI.CO.ID - Mulai 1 Januari 2021, seluruh struk belanja online yang transaksinya di atas Rp 5 juta, akan dikenakan bea meterai Rp 10.000. Hal ini dilakukan ketika Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai disahkan sebagai UU.
Adapun saat ini RUU Bea Meterai tinggal menunggu pengesahan oleh DPR RI dalam rapat paripurna selanjutnya.
Saat ini, aturan mengenai bea meterai tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 1985, di mana tarif bea meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000. Namun ketika revisi UU yang baru disahkan, maka tarif bea meterai akan berlaku tarif tunggal senilai Rp 10.000.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, pengenaan bea meterai tidak terbatas hanya pada dokumen elektronik atau digital, melainka
n dari setiap transaksi online yang nilainya di atas Rp 5 juta. Nantinya, pembayaran bea meterai akan masuk dalam struk belanja.
“Iya include (belanja online), ditambahkan di situ,” kata Hestu di Gedung DPR RI, Kamis (3/9).
Selain belanja online, tagihan telepon, listrik, hingga tagihan kartu kredit di atas Rp 5 juta akan dikenakan bea meterai Rp 10.000.
Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Arif Yanuar menjelaskan, nantinya bea meterai itu akan dikenakan secara elektronik saat struk tersebut terbit.
Dalam aturan lama yang masih berlaku hingga saat ini, dokumen yang dikenakan bea meterai hanya berupa kertas.
“Mungkin contoh tagihan kartu kredit sekarang email ya, kan enggak dicetak lagi. Itu termasuk salah satunya seperti itu contoh,” kata Arif.
Namun, ada juga beberapa transaksi yang akan terbebas dari pengenaan bea meterai. Di antaranya, seluruh tagihan yang nilainya Rp 5 juta atau di bawah Rp 5 juta, dokumen bencana alam, hingga dokumen kegiatan keagamaan.
“Misal tagihan telepon di bawah Rp 5 uta, tagihan listrik di bawah Rp 5 juta, itu enggak kita kenakan,” tambahnya.