DEMOKRASI.CO.ID - Keputusan Bahrain yang menormalisasi hubungan dengan Israel mendapat kecaman dari Palestina. Sebab tindakan ini bisa melemahkan perjuangan Palestina selama ini.
Palestina mengutuk perjanjian damai tersebut sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina. Perjanjian damai ini dikhawatirkan akan melemahkan pan-Arab lama yang menyerukan penarikan Israel dari wilayah Palestina yang didudukinya dan menerima kemerdekaan Palestina.
“Pimpinan Palestina menolak langkah yang diambil oleh Kerajaan Bahrain dan menyerukannya untuk segera mundur dari itu karena kerusakan besar yang ditimbulkannya pada hak-hak nasional yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina dan tindakan bersama Arab,” tulis sebuah pernyataan yang mewakili pimpinan Palestina, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (12/9/2020).
Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan duta besar Palestina untuk Bahrain dipanggil kembali untuk konsultasi.
Di Gaza, juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan keputusan Bahrain untuk menormalisasi hubungan dengan Israel “merupakan kerugian besar bagi perjuangan Palestina, dan mendukung pendudukan.”
Normalisasi hubungan Bahrain dengan Israel terjadi dengan latar belakang ketakutan bersama tentang ancaman yang mungkin ditimbulkan Iran di wilayah Arab.
Amerika Serikat, Israel, dan UEA telah mendesak para pemimpin Palestina untuk terlibat kembali dengan Israel. Negosiasi terakhir antara Israel dengan Palestina pada 2014 gagal dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah menolak untuk melakukan hubungan politik dengan Gedung Putih Trump selama lebih dari dua tahun, menuduhnya bias pro-Israel.
Hossein Amir-Abdollahian, penasihat khusus urusan internasional untuk ketua parlemen Iran, melalui akun twitternya menyebut keputusan Bahrain sebagai pengkhianatan besar bagi perjuangan Islam dan Palestina.
“Para pemimpin yang kurang hati-hati di UEA, #Bahrain tidak boleh membuka jalan bagi skema Zionis,” cuit pejabat itu.